Jumat, Juli 11, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
Beranda blog Halaman 11

Waspada Gelombang Tinggi hingga 2,5 Meter di Perairan Sulut

0

MANADO – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) berharap warga mewaspadai gelombang tinggi 2,5 meter di wilayah kepulauan Sulawesi Utara dan sekitarnya.

“BMKG mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi hingga 3 Juli 2025,” kata Koordinator Bidang Observasi dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Bitung, Ricky D Aror di Manado, Minggu (29/6/2025).

Dia menjelaskan pada umumnya angin dominan bertiup dari arah selatan hingga barat dengan kecepatan antara 4 – 25 knot.
Kecepatan angin tertinggi berpotensi terjadi di perairan Kabupaten Kepulauan Sitaro, Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Talaud, kondisi ini yang dapat meningkatkan tinggi gelombang di wilayah perairan tersebut.

Tinggi gelombang antara 1,25 – 2,5 meter (sedang) berpeluang terjadi di wilayah perairan Kabupaten Kepulauan Sitaro, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten Kepulauan Talaud dan perairan Kabupaten Minahasa Utara.

Dia berharap warga mewaspadai risiko tinggi gelombang terhadap keselamatan pelayaran, misalkan perahu nelayan memperhatikan kecepatan angin lebih dari 15 knot dan tinggi gelombang di atas 1,25 meter.

Kapal tongkang, memperhatikan kecepatan angin lebih dari 16 knot dan tinggi gelombang di atas 1,5 meter. Sementara, kapal Feri, kecepatan angin lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang di atas 2,5 meter. (ANT/KN)

Gempa 2,7 SR Tak Guncang Aktivitas Vulkanik Tangkuban Parahu

0

BANDUNG – Badan Geologi Kementerian ESDM mengungkapkan Gunung Tangkuban Parahu tidak mengalami peningkatan aktivitas vulkanik pascaterjadinya gempa bumi hari Minggu ini yang diinformasikan dipicu oleh sesar Lembang.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid menjelaskan berdasarkan informasi dari BMKG yang diterimanya, pada Hari Minggu tanggal 29 Juni 2025 ini pukul 08:49 WIB terjadi gempa dengan magnitudo 2,7 di lokasi 6,76 LS – 107,63 BT dengan kedalaman 6 km, dan ternyata dirasakan di Pos Pemantauan Gunung Api (PGA) Tangkuban Parahu pada skala III MMI.

“Pascakejadian gempa bumi terasa tersebut, aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu secara visual tidak terjadi peningkatan,” kata Wafid di Bandung, Minggu (29/6/2025).

Dilaporkan, kata Wafid, terpantau hembusan asap putih tipis hingga sedang dengan ketinggian berkisar antara 20 hingga 200 meter dari dasar Kawah Ratu dan 5 hingga 10 meter dari dasar Kawah Ecoma dengan tekanan lemah hingga sedang.

Manifestasi bualan lumpur di Kawah Ratu yang terbentuk pada tanggal 5 Juni 2025 hingga saat ini masih teramati, dengan tingkat intensitas dan luasan area bualan lumpur ini masih sama.

“Pemantauan kegempaan hingga saat ini tidak menunjukkan peningkatan, rekaman kegempaan masih didominasi oleh getaran Tremor Menerus yang berasosiasi dengan aktivitas bualan lumpur di Kawah Ratu,” ujarnya.

Dari rekaman kegempaan pada tanggal 28 Juni 2025 tercatat 3 kali Gempa Hembusan, 84 kali Gempa Low-Frequency (LF), 1 kali Gempa Tektonik Jauh (TJ) dan getaran Tremor Menerus dengan amplitudo 0,5 – 1,5 mm.

Kegempaan tanggal 29 Juni 2029 hingga 12:00 WIB terekam Gempa LowFrequency (LF) sebanyak 41 kejadian, 2 kali Gempa Vulkanik Dalam (VA), 1 kali Gempa Hembusan, 1 kali gempa Tektonik Jauh (TJ), 1 kali Gempa Terasa pada skala III/MMI dan getaran Tremor Menerus dengan amplitudo 0,5 – 1 mm.

Pengamatan deformasi permukaan menggunakan alat EDM, GNSS dan Tiltmeter pascakejadian gempa terasa tersebut, lanjut Wafid, tidak mempengaruhi secara signifikan perubahan tekanan di bawah tubuh gunung api.

Namun demikian data pemantauan EDM masih menunjukkan kecenderungan pola inflasi, yang mengindikasikan akumulasi tekanan pada kedalaman dangkal di bawah tubuh gunung api.

“Hal ini perlu menjadi perhatian karena potensi erupsi freatik tetap dapat terjadi secara tiba-tiba, tanpa didahului gejala vulkanik yang jelas,” ucapnya.

Hingga tanggal 29 Juni 2025, data pengukuran gas dari stasiun Multi-GAS permanen belum menunjukkan perubahan mencolok pada rasio gas (CO2/SO₂, CO₂/H₂S, H2O/CO2, H2S/SO2) maupun proporsi antara gas SO₂ dan H₂S.

“Dengan mempertimbangkan semua data tersebut di atas, tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih berada pada Level I (Normal),” tuturnya.

Masyarakat di sekitar Gunung Tangkuban Parahu dan para pengunjung tetap diimbau untuk tidak mendekati area dasar kawah, tidak berlama-lama di kawasan kawah aktif, serta segera menjauh jika teramati peningkatan intensitas hembusan atau tercium bau gas menyengat.

“Meskipun aktivitas menurun, kewaspadaan harus tetap diperhatikan,” katanya.

Pemerintah Daerah dan BPBD diminta terus menjalin koordinasi dengan Pos PGA Tangkuban Parahu di Desa Cikole serta Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung.

Masyarakat diharapkan tetap tenang, tidak mudah terpengaruh oleh isu-isu yang belum dapat dipertanggungjawabkan, serta mengikuti perkembangan informasi resmi dari Badan Geologi.

“Evaluasi tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu akan dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu apabila terjadi perubahan signifikan. Masyarakat diharapkan tetap tenang, waspada, serta mengikuti arahan dari pihak berwenang demi keselamatan bersama,” tuturnya.

Gunung Tangkuban Parahu merupakan gunung api aktif yang berada di wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Gunung api ini memiliki 9 kawah dengan dua kawah utama berada di area puncak, yaitu Kawah Ratu dan Kawah Upas.

Erupsi Gunung Tangkuban Parahu pada umumnya berupa letusan freatik dari Kawah Ratu. (ANT/KN)

KONI: GOR Segiri Samarinda Jadi Rujukan Arena PON 2028

0

JAKARTA – Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat Marciano Norman menyebut bahwa GOR Segiri di Samarinda, Kalimantan Timur, akan menjadi rujukan untuk mempersiapkan arena Pekan Olahraga Nasional (PON) 2028.

“GOR Segiri menjadi salah satu venue yang terbaik di Indonesia dan akan dijadikan rujukan venue kompetisi tingkat nasional dan internasional di Tanah Air. Venue Pekan Olahraga Nasional (PON) yang akan datang, akan merujuk GOR Sugiri,” kata Marciano dikutip dari keterangan resmi KONI di Jakarta, Minggu (29/6/2025).

Dia menyampaikan hal tersebut seusai memeriksa kesiapan GOR Segiri sebagai tempat pelaksanaan kompetisi multicabang KONI-Bayan Championship 2025 yang akan dibuka pada Senin (30/6/2025).

Marciano mengatakan, arena GOR Segiri sangat bagus dan megah sehingga memberikan nilai tambah bagi ajang tersebut.

Dia berharap, dengan dukungan arena yang memadai, ajang KONI-Bayan Championship bisa berjalan dengan baik dan menjadi kebanggaan bagi semua pihak, terutama masyarakat Kalimantan Timur.

Ajang tersebut, kata dia, juga dapat menjadi bagian dari perjalanan menuju PON Bela Diri 2025 yang akan digelar pada Oktober.
KONI-Bayan Championship 2025 akan mempertandingkan cabang karate dengan jumlah atlet sebanyak 1.800, taekwondo 1.215, pencak silat 1.500, dan sepak bola yang melibatkan 2.000 orang.

Hadirnya ajang yang merupakan hasil kerja sama KONI dengan PT Bayan Resources Tbk itu mengedepankan pembinaan atlet usia muda (10-12 tahun) untuk melahirkan bibit-bibit atlet berprestasi di Tanah Air.
“Kami bertekad untuk membuat acara ini sebaik-baiknya untuk membuat masyarakat Kalimantan Timur bangga, dan tentunya juga masyarakat Indonesia,” kata Marciano. (ANT/KN)

Prabowo Apresiasi Kabinet, Ingatkan yang Lambat Akan Tertinggal

0

KARAWANG – Presiden RI Prabowo Subianto mengapresiasi jajaran kabinet yang telah bekerja dengan baik dan cepat, sekaligus mengingatkan bahwa mereka yang tidak mampu mengikuti ritme percepatan akan ditinggalkan di pinggir jalan.

Hal itu disampaikan Presiden dalam sambutannya pada peresmian peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan proyek Ekosistem Industri Baterai Kendaraan Listrik Terintegrasi Konsorsium ANTAM-IBC-CBL di Kawasan Artha Industrial Hills (AIH), di Karawang, Jawa Barat, Minggu (29/6/2025).

“Saya terima kasih kepada tim saya, kabinet saya semuanya kerja dengan baik, kerja dengan cepat, yang tidak bisa ikut cepat, kita tinggalkan di pinggir jalan saja,” ujar Prabowo.

Presiden Prabowo menegaskan pentingnya percepatan kerja pemerintah, khususnya dalam menjalankan program hilirisasi. Adapun Peresmian peletakan batu pertama proyek ekosistem industri baterai kendaraan listrik tersebut merupakan bagian dari percepatan hilirisasi tersebut.

Presiden menyebut proyek itu sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam menjalin kemitraan strategis dengan pihak luar, khususnya mitra dari China.

Menurutnya, proyek tersebut merupakan langkah besar dan terobosan luar biasa dalam pengembangan energi terbarukan dan ramah lingkungan yang menjadi cita-cita global.

Prabowo juga menekankan pentingnya kerja sama internasional di tengah dinamika global. Kepala Negara menegaskan bahwa Indonesia akan terus memilih jalan kerja sama dan kolaborasi serta menjunjung tinggi filosofi perdamaian sebagai dasar pembangunan.

“Indonesia selalu memilih kerja sama, selalu memilih kolaborasi, selalu memilih jalan tengah, selalu memilih persahabatan di atas permusuhan. Seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak. Ini filosofi Tiongkoknya saya ambil alih,” ucap Prabowo.

Acara peresmian tersebut turut dihadiri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri BUMN Erick Thohir, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, dan Duta Besar China untuk Indonesia Wang Lutong.

Proyek industri baterai ini merupakan kerja sama antara PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM), Indonesia Battery Corporation (IBC), dan Konsorsium CATL, Brunp, serta Lygend (CBL).

Proyek baterai kendaraan listrik ini dikembangkan dari hulu ke hilir dengan total enam subproyek, lima di antaranya berlokasi di Halmahera Timur dan satu di Karawang.

Sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), nilai investasi proyek mencapai 5,9 miliar dolar AS (sekitar Rp95 triliun) dan mencakup area seluas 3.023 hektare, dengan potensi penyerapan tenaga kerja hingga 8.000 orang, serta pengembangan 18 proyek infrastruktur, termasuk dermaga multifungsi.

Proyek ini juga dirancang ramah lingkungan dengan pemanfaatan kombinasi energi seperti PLTU 2×150 MW, PLTG 80 MW, pembangkit dari limbah panas 30 MW, dan tenaga surya sebesar 172 MWp—termasuk 24 MWp di pabrik Karawang. (ANT/KN)

Sambut Peluang Hilirisasi, Kembang Janggut Siapkan Koperasi Merah Putih Skala Kecamatan

TENGGARONG – Pemerintah Kecamatan Kembang Janggut, Kutai Kartanegara (Kukar), tengah menyusun strategi pembentukan Koperasi Merah Putih tingkat kecamatan, sebagai wadah usaha bersama antar koperasi desa.

Langkah ini menyusul adanya rencana pembangunan pabrik minyak merah di wilayah tersebut, oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur ( Kaltim). Ini dinilai dapat menjadi peluang besar, dalam menggerakkan roda ekonomi lokal.

Pelaksana Tugas (Plt) Camat Kembang Janggut, Suhartono, menjelaskan bahwa model koperasi ini akan bersifat sekunder. Menggabungkan kekuatan dari masing-masing koperasi desa yang selama ini berdiri sendiri-sendiri.

“Jadi kalau kata Pak Wakil Menteri, ini adalah koperasi merah putih sekunder. Kita sedang menjajaki potensi usahanya seperti apa,” ungkapnya, Minggu (29/6/2025).

Ia menilai, kehadiran pabrik minyak merah bisa menjadi motor penggerak ekonomi berbasis rakyat. Namun, kepastian pembangunan pabrik masih menunggu hasil kajian teknis dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kukar. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, konsepnya bisa berubah menjadi pabrik kelapa sawit (CPO) milik pemerintah.

“Ada juga kemungkinan rencana pembangun minyak makan merah itu bergeser menjadi CPO. Artinya, pemerintah bisa bersaing dengan swasta untuk mensejahterakan petani, mengendalikan harga TBS, dan tidak bergantung pada perusahaan,” tegasnya.

Selama ini, petani di Kembang Janggut masih menjual hasil panen sawitnya ke perusahaan swasta dengan harga yang tidak stabil. Pemerintah daerah diharapkan hadir dengan solusi nyata demi kemandirian ekonomi masyarakat.

Tak hanya dari kabupaten, Pemprov Kaltim juga dikabarkan akan membangun pabrik minyak merah di kawasan ini. Meskipun belum terealisasi, Suhartono menyebut informasi itu menjadi semangat tambahan bagi masyarakat dan koperasi desa untuk mulai bersiap.

“Kalau koperasi bisa ambil bagian dalam pengelolaan, maka ini bisa menjadi jalan baru bagi petani untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih layak,” ujarnya. (Adv)

Penulis : Ady Wahyudi
Editor : Muhammad Rafi’i

Ribuan Aset Daerah Belum Tersertifikasi, DPPR Kukar Mulai Lakukan Pendataan

TENGGARONG – Ribuan aset tanah dan bangunan milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar) belum memiliki data lengkap untuk proses sertifikasi. Dari total sekitar 2.900 aset, baru 480 yang berhasil diverifikasi secara administratif.

Hal ini disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pengelolaan Pendapatan Daerah (DPPR) Kukar, Alfian Noor. Ia menyebut keterbatasan data, menjadi kendala utama percepatan sertifikasi aset yang tersebar di 20 kecamatan.

“Hingga saat ini, baru 480 aset yang benar-benar siap dan lengkap secara data. Sisanya, sekitar 2.400 aset masih dalam proses verifikasi dan pengumpulan dokumen dari OPD pengelola,” kata Alfian, Minggu (29/6/2025).

Ia menargetkan setidaknya 100 aset bisa tersertifikasi tahun ini. Namun target tersebut sangat bergantung pada keaktifan masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam melengkapi dokumen legalitas.

Menurut Alfian, sertifikasi aset bukan hanya urusan administrasi, tetapi juga menjadi bagian dari upaya menjaga aset daerah dan membuka peluang investasi di masa depan.

“Sertifikasi penting untuk memberikan kepastian hukum dan memudahkan kita dalam pengelolaan aset. Apalagi banyak aset berada di kawasan strategis yang berdekatan dengan IKN,” ujarnya.

Pemkab Kukar, lanjutnya, kini tengah memprioritaskan pemetaan aset di wilayah-wilayah potensial seperti Sangasanga, Jonggon, dan Loa Kulu yang berbatasan langsung dengan kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN). Aset di wilayah tersebut dinilai memiliki nilai strategis dan ekonomis tinggi.

Arahan ini juga sejalan dengan prioritas Sekretaris Daerah Kukar, yang mendorong percepatan pendataan aset sebagai dasar pengambilan kebijakan pembangunan di kawasan penyangga IKN.

Alfian mengapresiasi sinergi yang terjalin dengan Kantor Pertanahan Kukar yang telah proaktif membantu proses ini. “Kepala Kantor Pertanahan Kukar saat ini punya rekam jejak yang sangat baik, dan kami optimistis percepatan bisa dilakukan,” tambahnya.

Selain itu, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kukar turut memberi dukungan agar sertifikasi bisa menjadi pijakan pengembangan kawasan dan daya tarik investasi baru di Kukar.

“Jika aset sudah terdata dan bersertifikat, maka investor akan lebih percaya. Ini bukan hanya soal legalitas, tapi juga tentang masa depan pembangunan daerah,” pungkasnya. (Adv)

Penulis : Ady Wahyudi
Editor : Muhammad Rafi’i

SMAN 10 Kembali ke Samarinda Seberang: Drama yang Terlalu Lama Dibiarkan

SAYA mengikuti terus polemik pemindahan SMAN 10 Samarinda. Dari sengketa lahan yang berlarut-larut hingga langkah tegas Pemprov dan DPRD Kaltim belakangan ini. Namun satu hal yang tak boleh dilupakan: pendidikan negeri tidak boleh dikalahkan oleh kompromi yang merugikan publik.

Kepulangan SMAN 10 ke Kampus A di Jalan HAM Rifaddin Samarinda Seberang, bukan sekadar soal pindah gedung. Ini soal mengembalikan martabat hukum dan sejarah pendidikan Kaltim. Putusan Mahkamah Agung (MA) sudah sangat jelas dan telah berkekuatan hukum tetap.

Tanah dan sebagian besar bangunan di Kampus A adalah milik negara. Tidak ada ruang abu-abu. Tidak ada celah tafsir ganda.

Polemik ini bukan perkara baru. Kalau kita tarik ke belakang, konflik ini punya akar panjang. Dimulai tahun 1994 hingga 2010, di mana kerja sama berlangsung antara Dinas Pendidikan (Disdik) Kaltim dan Yayasan Melati.

Pada awalnya, semuanya berjalan wajar. Tapi pada 2010, Pemprov Kaltim resmi memutus kerja sama. Bukannya mundur, Yayasan tetap bertahan. Bahkan pada 2014, SMAN 10 justru dipindahkan ke Kampus B di Jalan PM Noor. Lahannya sempit, tak layak untuk sekolah bertaraf unggulan.

Kemudian, pada 2017, Mahkamah Agung mengeluarkan Putusan Peninjauan Kembali No. 72 PK/TUN/2017. Dalam putusan itu dinyatakan secara tegas bahwa lahan Kampus A adalah milik Pemprov Kaltim. Bukan milik yayasan.

Namun bukannya patuh, pada 2021, Yayasan Melati justru melakukan tindakan sepihak: mengusir aktivitas SMAN 10 dari lokasi Kampus A. Ironis dan tidak bisa ditoleransi.

Dua tahun kemudian, pada 2023, Mahkamah Agung kembali memperkuat putusan sebelumnya. Melalui Putusan Kasasi No. 27 K/TUN/2023, MA menolak seluruh klaim Yayasan Melati dan mempertegas kembali bahwa seluruh aset di Kampus A adalah milik negara. Ini adalah pukulan telak kedua bagi klaim sepihak yang selama ini digaungkan yayasan.

Dan akhirnya, pada 2025, Pemprov mengambil tindakan tegas. Tidak lagi bisa ditunda. Pemprov mengembalikan SMAN 10 ke lokasi semula. Sekolah negeri harus berada di tanah negara.

Langkah ini bukan hanya menyelesaikan polemik lama, tapi juga menjadi fondasi penting untuk masa depan SMAN 10. Keputusan ini juga tak lepas dari status baru SMAN 10 sebagai salah satu dari 12 Sekolah Garuda. Program nasional untuk mencetak sekolah unggulan berbasis sains dan teknologi. Sekolah unggulan butuh fasilitas memadai, kepastian hukum, dan lingkungan belajar yang stabil. Mustahil menjalankan program sebesar itu jika ruang belajarnya sendiri masih bersengketa.

Karena itu, proses relokasi tidak boleh menimbulkan kekacauan baru. Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud menegaskan bahwa langkah pengembalian harus dilakukan secara tertib dan tanpa mengganggu pihak mana pun.

“Gunakan hak kita, tapi jangan mengganggu kegiatan belajar pihak lain,” ujarnya saat briefing pada Selasa (24/6), sehari sebelum Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim menandai 12 ruang kelas di Kampus A, Jalan HAM Rifaddin, sebagai langkah awal persiapan kegiatan belajar siswa kelas X tahun ajaran 2025/2026.

Selama ini, guru dan siswa harus menanggung akibat dari tarik-menarik yang tak berkesudahan. Diusir dari ruang belajar, dipindahkan ke tempat yang tak layak, dan ditinggalkan oleh kebijakan yang gamang.

Karena itu, langkah Pemprov yang menonaktifkan Kepala SMAN 10, Fathur Rachim, beserta seluruh wakil kepala sekolah, bukan tindakan emosional. Ini bentuk tegas untuk penegakan hukum.

“Kami sudah punya dua putusan Mahkamah Agung yang bersifat inkrah. Ketika pejabat pelaksana di lapangan justru memperlambat, kami harus ambil sikap,” tegas Plt Kadisdikbud Kaltim, Armin.

Sosok guru sepuh bernama Suyanto, ditunjuk menjadi Plt Kepala Sekolah. Ia tidak mencari panggung, tapi berdiri di tengah badai, dengan satu alasan: kebenaran.
“Kalau saya diam, saya termasuk setan bisu seperti kata Imam An-Nawawi,” ujarnya tanpa ragu.

Sebaliknya, klaim Yayasan Melati atas bangunan di atas tanah negara tak lagi berdasar. Slamet Sugeng dari BPKAD Kaltim menegaskan, “Kalau dibeli dari APBD, ya itu aset daerah.”

Tak ada akta hibah. Tak ada kontribusi dana. Tak ada dasar legal untuk menguasai lahan negara. Semua pembangunan di Kampus A dibiayai penuh oleh APBD dan APBN. Bahkan Komisi IV DPRD Kaltim menegaskan bahwa sejak awal, seluruh anggaran dialokasikan untuk SMAN 10, bukan untuk yayasan.

Fakta-fakta ini memperkuat posisi hukum negara dan sekaligus membungkam narasi sepihak yang dibangun selama bertahun-tahun. Di saat yang sama, suara masyarakat makin keras. Lela, salah satu wali murid, menyuarakan kegelisahan banyak orang tua: “Kami rakyat biasa, tapi kami punya hak dan keberanian melawan ketidakadilan.”

Kepulangan SMAN 10 bukan kemenangan politik. Ini penegakan hukum. Sudah terlalu lama sekolah negeri ini dipermainkan. Kalau Yayasan Melati merasa punya hak, silakan gugat. Tapi hentikan mengganggu hak belajar anak-anak.

Mereka butuh ruang yang pasti, bukan konflik berkepanjangan. Negara tak boleh kalah di tanahnya sendiri. Ini soal menempatkan yang benar di tempatnya. Titik. (*)

Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

Blak-blakan Rasyid: Kalau Tambang Salah, Saya yang Tutup!

Saya mengenal baik Kepala Desa Batuah, Abdul Rasyid. Sekitar 17 tahun lalu, saat ia masih aktif sebagai wartawan di Kaltim Post, saya redakturnya. Rasyid bukan sekadar jurnalis lapangan, ia pekerja keras yang tekun membangun karier hingga dipercaya menjabat sebagai Manajer Pemasaran sebelum akhirnya mengundurkan diri.

Karena itulah, saya tahu persis bagaimana perjalanan dan integritasnya. Dari jurnalis hingga menjadi pemimpin desa di Kukar. Kini, ia memasuki periode kedua sebagai kepala desa.

Tapi tulisan ini, saya tidak membahas siapa Rasyid, melainkan soal ketegangan dan tudingan yang menyelimuti desanya pasca longsor di Kilometer 28 poros Samarinda–Balikpapan, Dusun Tani Jaya, pada 18 Mei 2025 lalu.

Longsor ini tidak hanya merusak 22 rumah warga dan 1 masjid, tetapi juga menggoyahkan kepercayaan masyarakat. Sebagian kelompok langsung menuding aktivitas tambang PT Baramulti Suksessarana Tbk (BSSR) sebagai penyebab. Tuntutan muncul: dari kompensasi, penghentian operasi tambang, hingga pencopotan kepala desa.

Padahal, berbagai lembaga telah turun. Universitas Mulawarman (Unmul), melalui kajian akademisnya, menyebut bahwa longsor dipicu kondisi geologi Formasi Kampung Baru yang memang labil, diperparah curah hujan tinggi. Dinas ESDM pun menegaskan bahwa disposal tambang berada pada jarak aman, sesuai regulasi. Tapi sebagian tetap menolak hasil kajian dan menyebut semua pihak “dibungkam perusahaan.”

Kades Batuah, Abdul Rasyid

Saya menelepon langsung Rasyid, Minggu (29/6) pagi tadi. Hampir satu jam kami berbincang. Tak ada skrip, tak ada basa-basi. Ia bicara apa adanya. Tegas, terus terang, dan tanpa berusaha membungkus ucapannya dengan kalimat manis. Nada suaranya terdengar letih, tapi jelas: ia ingin publik tahu bahwa desa ini tidak sedang diam. Apalagi berpangku tangan.

“Kalau memang perusahaan bersalah, saya yang akan tutup sendiri. Saya yang akan meminta ganti rugi ke perusahaan. Saya taksir totalnya, Rp 10 miliar. Perusahaan pasti bisa keluarkan dananya. Tapi kalau tidak ada buktinya, apa dasar saya? Kita ini kerja pakai data, bukan prasangka,” tegasnya.

Ia menjelaskan pemerintah desa juga tengah berusaha mencarikan solusinya. Termasuk menyiapkan tempat tinggal sementara dan akan membangunkan posko. Tapi beberapa warga tidak bersedia dengan berbagai alasan. Sehingga, ia pun keluarkan dana pribadi untuk membantu warga.

“Rp30 juta saya keluarkan untuk tali asih. Itu bukan dari APBD, tapi dari kantong saya sendiri. Setidaknya misal dana itu dibagi per KK bisa dapat Rp 2 juta, maka bisa untuk sewa sementara,” katanya.

“Tapi mereka ini kan keluarga besar. Ada yang tinggal sama anaknya, atau keluarganya,” tambahnya. Selain itu, bantuan sembako juga rutin disalurkan perusahaan PT BSSR kepada lebih dari 50 kepala keluarga.

Soal masjid yang roboh, ia mengatakan, dari usulan Pemdes, Pemkab Kukar sudah perintahkan Kesra untuk segera membangunnya. “Tinggal tunjukkan lokasi, langsung dibangun. Tapi tetap saja, semua dianggap lambat dan tidak kerja. Terus maunya apa?” ujarnya.

Ia juga menyayangkan tudingan bahwa pemerintah diam atau berpihak ke perusahaan. “Pemerintah sudah bekerja. Jalan sudah bisa dilintasi, lahan disiapkan, Perkim turun. Tapi semua ini seolah tidak terlihat karena orang lebih senang menyalahkan,” katanya.

Akses di KM 28 kembali normal. Perbaikan lanjutan masih menunggu dari Balai Jalan.

Yang membuatnya paling kecewa adalah karena sebagian pendemo, ternyata bukan warga terdampak. Bahkan melibatkan orang-orang dari Samarinda. “Warga Batuah yang kerja di perusahaan ada 2.085 orang. Yang demo hanya segelintir. Bahkan ada yang dulu jual lahannya, sekarang ikut teriak,” ungkapnya. “Kalau tambang ditutup hari ini, saya nggak ada masalah. Tapi bagaimana ribuan orang kehilangan pekerjaan. Siapa yang mau tanggung cicilan mobil dan motor mereka?”

Dari data yang dikantongi pemerintah desa, 22 kepala keluarga terdampak serta 1 unit rumah ibadah di RT 24 dan 25 Tani Jaya telah dicatat secara resmi. Namun menariknya, tidak sedikit dari mereka—yang kini paling vokal dalam menyuarakan tuntutan—merupakan warga yang sebelumnya telah menjual lahannya kepada perusahaan tambang. Bahkan ada yang sudah memiliki lahan di tempat lain.

“Sudah jual tanah ke perusahaan, sudah lama menikmati keberadaan tambang, tapi sekarang ikut meneriakkan tuntutan seolah-olah tak tahu-menahu. Kita ini harus jujur,” ujar Rasyid.

Ia juga menanggapi isu relokasi. “Pemerintah sudah siapkan lahan. Tapi statusnya pinjam pakai. Mereka maunya jadi hak milik. Kalau begitu, silakan sediakan lahannya sendiri, baru pemerintah bangunkan. Tapi semua ada tahapannya,” jelasnya.

Rasyid menolak jika kajian akademik dari Unmul dianggap main-main. “Kalau Unmul saja tidak dipercaya, mau percaya siapa? Dosen-dosen itu bersumpah menjalankan tugas keilmuan, mereka juga mempertaruhkan kredibilitas.”

Terkait tuduhan bahwa gerakan warga murni, ia bersikap tegas. “Silakan peduli, tapi dengan cara yang baik. Gerakan boleh, tapi tertib. Jangan ada yang mengajarkan mencaci. Waktu RDP, saya sudah sampaikan semua ini,” ucapnya.

Ia pun tak menutup mata jika ada pihak luar yang memanfaatkan situasi. “Jangan karena ada keinginan yang tak tercapai, lalu dibungkus jadi tuntutan moral. Kalau semua dianggap salah, dan hanya satu pihak yang benar, itu bukan perjuangan.”

Rasyid menegaskan, jalan yang longsor juga telah diperjuangkan agar segera bisa digunakan kembali. “Kami sudah rapat dengan pihak Balai Jalan. Bahkan blokir dana pusat pun sedang diurus. Tapi tetap saja dibilang tidak kerja.”

Aliansi masyarakat dan mahasiswa sampaikan tuntutan soal longsor Batuah.

Saat ini DPRD Kaltim dan Dinas ESDM sedang memfasilitasi penyelidikan tambahan melalui tim inspektorat tambang. Jika nantinya ditemukan bukti bahwa aktivitas tambang memang menjadi penyebab longsor, maka perusahaan wajib bertanggung jawab. Tapi jika tidak, tuduhan yang selama ini dilontarkan harus dihentikan.

Mari kita menahan diri. Situasi ini butuh ketenangan, bukan provokasi.

Biarkan proses berjalan sebagaimana mestinya. DPRD, Dinas ESDM, hingga tim akademik dari Unmul sudah bekerja. Jika memang ada yang tidak sepakat, ajukan data. Buka ruang dialog. Bukan dengan teriakan, apalagi tuduhan tanpa dasar.

Dalam surat resmi tertanggal 26 Juni 2025, Aliansi Solidaritas Tani Jaya juga telah mengirimkan permohonan kepada Menteri ESDM RI, Bahlil Lahadalia. Isinya: mendesak penghentian operasional PT BSSR dan evaluasi menyeluruh atas dugaan keterlibatan tambang dalam peristiwa longsor. Mereka menyebut longsor telah menyebabkan “hilangnya tempat tinggal” dan meminta adanya “kejelasan atas kerugian hingga ganti rugi.”

Kini, kita tinggal menunggu sikap resmi dari Menteri ESDM. Dan apa pun hasil keputusan tersebut—apakah membuktikan adanya pelanggaran atau justru sebaliknya—semua pihak harus siap menerimanya dengan lapang dada. Jangan ada lagi tudingan sepihak, jangan pula ada yang membajak situasi untuk kepentingan pribadi atau politik.

Yang lebih dibutuhkan saat ini bukanlah kemarahan, melainkan kejelasan, kesabaran, dan kemauan untuk menghormati proses serta menerima fakta, apa pun hasilnya nanti. (*)

Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

Sungai Mahakam Penuh Racun, Pesut Mati Satu per Satu

Setelah menulis soal podcast Bang Sarkowi V Zahry bersama Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, saya langsung menghubungi Bang Owi, begitu saya biasa memanggilnya. Sabtu siang, 28 Juni 2025, kami berbincang lewat telepon. Ia bercerita tentang aktivitas barunya: rutin mengunggah konten ke TikTok dan Instagram, langsung dari lapangan.

Bang Owi merendah. “Podcast saya ini beda. Saya sesuaikan saat di lapangan. Bukan seperti media,” katanya. Tapi justru di situlah kekuatannya. Tanpa studio, tanpa gimmick, tapi menyentuh persoalan nyata yang sering luput dari sorotan.

Di sela obrolan itu, Bang Owi menyarankan agar saya menuliskan ulang bincangnya dengan Daniele Kreb, peneliti dari Yayasan Konservasi RASI, tentang pesut Mahakam dan kondisi Sungai Mahakam. “Isunya penting, tapi sering diabaikan,” ucapnya.

Dalam video di tiktok yang disebut Bang Owi potret lingkungan Kaltim tersebut, Daniele memaparkan fakta-fakta lapangan yang mencemaskan. Dari hasil uji kualitas air yang dilakukan RASI, hampir semua titik di aliran Sungai Mahakam kini tercemar logam berat seperti tembaga dan timbal. Dari 14 titik sampel, hanya satu yang masih aman: Sungai Boloan di Kedang Pau.

Logam-logam ini berasal dari aktivitas manusia: cat pelindung kapal, tambang, dan kebun sawit. Racun ini tidak hanya membahayakan pesut, tetapi juga masyarakat yang mengonsumsi ikan sungai.

“Logam berat tidak bisa keluar dari tubuh. Kalau ibu hamil mengonsumsinya, bisa berdampak pada janin,” kata Daniele.

Ia menyebut ada dua kasus bayi lahir mati dengan kelainan organ yang diduga akibat paparan logam berat.

Sepanjang 2024, lima pesut ditemukan mati. Empat di antaranya mengandung toksin di atas ambang batas. Ada yang mati karena usia tua, tapi ada juga yang hatinya rusak parah akibat akumulasi racun.

Sejak 1995, Daniele dan timnya memantau populasi pesut Mahakam. Kini tersisa hanya 70–80 ekor. Sebagian besar berada di kawasan Muara Kaman, Kota Bangun, Muara Wis, dan Muara Muntai—wilayah yang kini diusulkan sebagai zona konservasi seluas 43.117 hektare.

Sarkowi V Zahry berdiskusi dengan Daniele Kreb dan tim Yayasan RASI soal kondisi ekologi Sungai Mahakam dan pelestarian pesut. (Tangkapan layar TikTok @sarkowi.v.zahry)

RASI tidak berhenti pada riset. Mereka juga melakukan tindakan nyata: memasang pinger (alat sonar pengusir pesut) di jaring nelayan agar pesut tidak terjerat, memantau suara bawah air, dan mengadvokasi zonasi konservasi. Tapi semua itu percuma tanpa dukungan kebijakan dan penegakan aturan.

“Seharusnya kapal tongkang dibatasi masuk ke anak sungai. Ada aturan dari Dishub—lebar kapal maksimal sepertiga dari lebar sungai—tapi sering dilanggar,” ujar Daniele. Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan kualitas air yang hanya fokus pada COD dan TSS, padahal logam berat jauh lebih berbahaya.

Dalam situasi seperti ini, kontribusi Bang Owi jadi penting. Saat banyak politisi sibuk dengan baliho dan billboard, ia justru bicara soal ekologi. Tidak dengan jargon, tapi dengan rekaman sederhana yang mengajak orang berpikir.

Saya mengenal Bang Owi bukan cuma sebagai politisi, tapi sebagai orang yang paham betul arti penting menyuarakan hal-hal yang sering luput dari perhatian. Ia tahu kapan harus bicara, dan tahu apa yang layak disuarakan.

Dari ruang kerja, dari jalanan, atau dari tepian sungai, ia gunakan semua medium untuk menyampaikan pesan.

Di tengah riuhnya suara, yang membedakan adalah kejelasan sikap. Bang Owi menunjukkan, berpihak pada lingkungan adalah pilihan yang nyata, bukan sekadar wacana. (*)

Oleh Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

Bang Owi, TikTok, dan Politik Gaya Baru

Setiap kali membuka TikTok, wajah Bang Sarkowi V Zahry selalu muncul di beranda saya. Algoritma rupanya tahu betul siapa yang menarik buat saya.

Dua bulan terakhir, Bang Owi, begitu saya biasa menyapanya, makin aktif menyampaikan isu-isu publik lewat platform itu. Bukan joget, bukan prank, tapi konten serius tentang pemerintahan dan DPRD. Gaya bicaranya ringan. Tapi pesannya sampai.

Saya tidak kaget. Bang Owi adalah salah satu guru jurnalistik saya saat aktif di Kaltim Post. Namun, semangat menulis dan berpihak pada publik pertama kali saya pelajari dari Bang Sumurung Basa Silaban.

Dari beliau, saya mengenal logika tulisan, keberanian menyampaikan kritik, dan pentingnya keberpihakan. Tulisan-tulisannya di Facebook masih jadi referensi saya hingga sekarang. Bang Silaban bukan sekadar wartawan, ia adalah suara publik yang tak pernah lelah.

Bang Owi bukan hanya rekan kerja dalam dunia jurnalistik. Ia juga kakak tingkat saya di Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Saya angkatan 1997. Beliau 1993.

Bahkan inisial gs yang dulu saya pakai di Kaltim Post adalah ide beliau. “Kamu pakai gs saja,” katanya santai di ruang redaksi. Nama itu melekat cukup lama. Kini, di Media Kaltim, saya memilih kembali menulis rutin, namun dengan nama lengkap.

Kini Bang Owi tampil beda. Ia tak hanya menjadi anggota DPRD Kaltim, tapi juga membangun ruang dialog publik lewat podcast. Episode perdananya langsung menghadirkan Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud.

Yang menarik, Bang Hasanuddin juga alumni Kehutanan Unmul, sama seperti kami. Meski saya belum pernah mengenalnya secara dekat—hanya beberapa kali berpapasan di acara alumni, maka melalui podcast itu saya bisa menangkap gaya berpikir dan sikap politiknya. Obrolan mereka cair, tapi isinya padat.

Obrolan dimulai dengan candaan khas Bang Owi yang menyebut dirinya “cupu” dan lawan bicaranya “suhu”. Tapi percakapan mereka segera masuk ke isu-isu serius. Dari gaya kerja Gubernur Kaltim yang dinilai sangat agresif dan melakukan “lompatan-lompatan pembangunan”, hingga sistem rapat setiap Senin dan Rabu yang kini rutin digelar untuk mendorong percepatan.

Bang Hasanuddin juga menyampaikan pentingnya OPD ikut menyesuaikan ritme kerja gubernur, dan perlunya sistem reward and punishment yang jelas.

Topik Gaspol dan GratisPol pun dibahas. Intinya, program sebagus apa pun harus punya dasar hukum yang kuat. Tak cukup hanya pergub, tapi harus ada perda agar bisa berkelanjutan, lintas periode, lintas figur.

Ia juga mengingatkan soal efisiensi fiskal. DBH Kaltim turun Rp2 triliun, dari Rp20 menjadi Rp18 triliun, maka jangan sampai program jadi beban keuangan yang tak akuntabel.

Yang saya garis bawahi: keadilan. Jangan sampai program hanya terasa di kota-kota besar, sementara wilayah 3T tertinggal. Itu bukan cuma soal pemerataan anggaran, tapi soal cara kita menjaga etika dalam pemerintahan.

Saya bersyukur pernah belajar dari Bang Silaban dan Bang Owi. Dua orang yang membuktikan bahwa menyuarakan publik bisa dilakukan lewat berbagai cara. Dari koran hingga Facebook, dari opini hingga podcast. Medianya boleh berganti, caranya bisa berubah, tapi komitmennya tetap: berpihak pada yang seharusnya dibela.

Kini saya menulis bukan lagi dengan inisial gs, tapi dengan nama lengkap.

Oleh: Agus Susanto, SHut, SH, MH