JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Nayunda Nabila. Penyanyi atau biduan dangdut itu akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
“Hari ini (13/5) bertempat di Gedung Merah Putih KPK, Tim Penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi, Nayunda Nabila (Swasta/Penyanyi),” kata kepala bagian pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Senin (13/5/2024).
Seperti dikutip dari Jawa Pos, nama Nayunda Nabila sempat mencuat dalam sidang kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi yang menjerat SYL di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Nayunda disebut-sebut dibayar oleh SYL menggunakan anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) untuk dana hiburan yang mencapai Rp 50-100 juta. Hal itu disampaikan oleh mantan Koordinator Substansi Rumah Tangga Kementan Arief Sopian saat bersaksi di persidangan.
Selain Nayunda Nabila, penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap pemilik dan pegawai travel umroh. Mereka yang akan diperiksa yakni, Pegawai Suita Travel, Harvey; Pegawai Maktour Travel, A Rekni; Pemilik Suita Travel, Steven Lawton Lafian dan Ita Tjoanda.
“Kemudian bertempat di BPKP Sulawesi Selatan, juga dijadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi,” ucap Ali.
Dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, terungkap SYL menggunakan anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Beberapa di antaranya digunakan untuk pembayaran dokter kecantikan anak, renovasi rumah anak, setoran ke istri setiap bulan, pembelian mobil untuk anak, hingga membayar tagihan kartu kredit SYL.
Syahrul Yasin Limpo didakwa didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi. Adapun pemerasan yang diduga diterima Syahrul Yasin Limpo sebesar Rp 44.546.079.044 atau Rp 44,54 miliar. Serta menerima gratifikasi sebesar Rp 40.647.444.494 atau Rp 40,64 miliar, sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.
Tindak pidana pemerasan ini dilakukan SYL bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta, yang dilakukan sepanjang 2020-2023.
Dalam penerimaan pemungutan uang ini, Syahrul Yasin Limpo didakwa melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain itu, Syahrul Yasin Limpo bersama-sama dengan Kasdi dan Muhammad Hatta didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 40.647.444.494 atau Rp 40,64 miliar, sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.
Dalam penerimaan gratifikasi ini, Syahrul Yasin Limpo didakwa melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. (JP/KN)