KORANUSANTARA- Berubahnya status kota Jakarta rupanya turut mengubah pola pemilihan kepala daerahnya. Ke depan, gubernur dan wakil gubernur Jakarta akan ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh Presiden, tidak lagi melalui pilkada. Hal tersebut seiring keputusan DPR yang mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) menjadi usul inisiatif DPR memantik kontroversi.
Ketentuan tersebut termaktub dalam Pasal 10 ayat 2 draf RUU DKJ. Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu dalam keterangan tertulisnya mengatakan, hal tersebut yang melatarbelakangi sikap Fraksi PKS menolak pengesahan RUU DKJ inisiatif DPR.”Jika (RUU DKJ) ini disahkan jadi UU, maka demokrasi kita akan mundur,” ungkapnya.
Syaikhu menambahkan, konsep penunjukan gubernur dan wakil gubernur oleh presiden tentu tidak sejalan dengan semangat reformasi. Pun, hak warga Jakarta untuk memilih pemimpin daerahnya terancam hilang. Syaikhu pun mengajak masyarakat Jakarta untuk menolak RUU tersebut karena dikhawatirkan akan merenggut kedaulatan rakyat Jakarta.
Seperti diketahui, RUU DKJ disahkan menjadi usul inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna DPR pada Selasa, 5 Desember 2023 Dari sembilan fraksi di DPR, delapan fraksi setuju dengan pengesahan tersebut, namun dengan catatan. Sementara Fraksi PKS yang diwakili Hermanto dengan tegas menolak pengesahan.
Hermanto mengatakan, pembahasan RUU DKJ terkesan terburu-buru. Selain itu, Hermanto menilai rendahnya partisipasi publik dalam pembahasan tersebut. Menurut FPKS, hal itu tentu mempertaruhkan substansi penyusunan RUU DKJ. Padahal, dalam penjelasan UU Nomor 13/2022 disebutkan bahwa penguatan keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna harus dilakukan.
Tak hanya itu, Hermanto juga menggarisbawahi ketentuan kewenangan bidang khusus kebudayaan dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b. Dimana dalam pasal itu tidak ada lembaga adat dan kebudayaan Betawi dalam pemajuan kebudayaan, pelibatan badan usaha, lembaga pendidikan dan masyarakat dalam pemajuan kebudayaan. ”Pelibatan sebuah lembaga adat dan kebudayaan Betawi ini sangatlah penting,” terangnya.
Lebih lanjut, draf RUU DKJ yang terdiri dari 12 bab dan 72 pasal itu akan diserahkan ke pemerintah. Selanjutnya, Presiden akan menunjuk menteri terkait guna membahas RUU tersebut beserta dengan daftar invetarisasi masalah (DIM).
Selain pengesahan RUU DKJ, dalam rapat paripurna itu DPR juga mengesahkan RUU ITE menjadi UU. Total ada 20 subtansi pasal yang diubah dalam UU ITE tersebut. Salah satunya, penambahan ketentuan mengenai larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan sesuatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik.
Selain itu, substansi UU ITE hasil revisi juga berisi tentang perubahan ketentuan mengenai kewenangan pemerintah untuk melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum, muatan pornografi, perjudian dan lain-lain.
Sementara itu pada kesempatan lain, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana memberi komentar terkait RUU DKJ. Dia menyebut bahwa rancangan tersebut inisiatif DPR dan sudah ditetapkan dalam sidang paripurna. “pemerintah menunggu surat dari DPR yang biasanya disertai dengan rancangan atau draf RUU itu. Setelah itu Presiden akan menunjuk menteri untuk membahas dan membuat rancangan daftar inventaris masalah,” katanya.
Dia menegaskan di internal pemerintah belum ada pembahasan terkait hal ini. Setelah penunjukan menteri, barulah dibahas di tingkat pemerintah. Pihak istana pun menunggu surat dari DPR terkait rancangan ini. (*)