Sabtu, April 26, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Rudy Mas’ud Perjuangkan Hak Bontang, APBD Melonjak Drastis Berkat DBH Migas

BONTANG – Kota Bontang, Kalimantan Timur, kini menjadi salah satu kota yang merasakan manfaat besar dari Dana Bagi Hasil (DBH) migas setelah revisi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.

Berkat perjuangan yang panjang, khususnya oleh anggota DPR RI Rudy Mas’ud, Bontang sebagai daerah pengolah gas bumi dan gas alam cair kini menikmati peningkatan signifikan dalam APBD.

Kota Bontang dikenal sebagai pusat pengolahan gas alam, dengan PT Badak NGL dan PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) yang memimpin sektor energi di wilayah ini. Sebelum adanya revisi UU, daerah pengolah migas seperti Bontang tidak mendapatkan haknya atas pendapatan dari industri migas.

Namun, kini, Bontang berhak atas 1 persen DBH migas, yang langsung berdampak pada peningkatan APBD dari Rp1 triliun menjadi Rp2 triliun.

Perjuangan ini diinisiasi oleh Neni Moerniaeni, mantan anggota DPR RI, yang pertama kali memperjuangkan hak Bontang sebagai daerah pengolah migas. Ia mengajukan agar Bontang mendapatkan 5 persen DBH.

Rudy Mas’ud kemudian mengambil langkah lebih lanjut dengan mendukung revisi UU tersebut di Senayan.

Setelah proses legislasi yang panjang, revisi Undang-Undang tersebut disahkan pada Januari 2022, menjadikan daerah pengolah migas seperti Bontang berhak atas DBH. Perubahan ini memberikan dampak signifikan bagi pembangunan daerah.

Menurut Rudy Mas’ud, perjuangan tersebut tidak hanya memberikan manfaat bagi Bontang tetapi juga daerah pengolah migas lainnya di seluruh Indonesia.

Meskipun berhasil memperjuangkan revisi UU, Rudy Mas’ud tidak pernah menjadikan ini sebagai ajang untuk mendapatkan pengakuan. Baginya, perjuangan ini adalah bentuk amal jariyah, sebuah ibadah politik yang dilakukannya dengan ikhlas demi kepentingan masyarakat.

“Saya tidak pernah mengumbar perjuangan ini di media. Bagi saya, politik adalah ladang amal ibadah, dan saya bersyukur bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat,” ujar Rudy pada Rabu 11 September 2024.

Kini, dengan DBH yang didapatkan, Kota Bontang dan daerah lainnya dapat meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, membuktikan bahwa ketekunan dan kerja keras dapat memberikan manfaat besar bagi banyak orang.

Selain Kota Bontang, beberapa daerah lain di Indonesia yang juga menerima Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor minyak dan gas bumi (migas) adalah:

1. Kabupaten Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur) – Sebagai salah satu daerah penghasil gas bumi, Kutai Kartanegara menerima DBH dari eksplorasi migas yang dilakukan di wilayahnya.

2. Kabupaten Bojonegoro (Jawa Timur) – Bojonegoro menjadi salah satu penghasil minyak terbesar di Indonesia dan mendapatkan DBH dari sektor migas, terutama dari Blok Cepu.

3. Kabupaten Musi Banyuasin (Sumatra Selatan) – Wilayah ini juga merupakan salah satu penghasil minyak bumi dan gas yang signifikan di Indonesia, sehingga menerima DBH migas.

4. Kabupaten Siak (Riau) – Sebagai penghasil minyak bumi di Riau, Siak mendapatkan DBH dari kegiatan eksplorasi dan produksi migas di wilayahnya.

5. Kabupaten Mimika (Papua) – Daerah ini juga menerima DBH, terutama karena keberadaan kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia, meskipun utamanya terkait tambang emas, namun ada juga kontribusi dari sektor energi.

6. Kabupaten Teluk Bintuni (Papua Barat) – Sebagai salah satu wilayah penghasil gas alam di Papua Barat, Teluk Bintuni juga mendapatkan DBH dari kegiatan pengolahan gas di wilayah tersebut.

Daerah-daerah ini mendapatkan DBH sebagai bentuk kompensasi dari kegiatan eksplorasi, produksi, dan pengolahan migas yang terjadi di wilayahnya, sebagaimana diatur dalam peraturan terkait pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. (Han)

Penulis: Hanafi

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Most Popular