JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI Syarifuddin Hasan mendukung adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang nomenklaturnya akan diubah menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Dia mengatakan lembaga yang bernama DPA memang pernah dipakai pada masa Orde Baru. Namun dia meyakini bahwa bukan berarti pemerintahan mendatang kembali ke pola-pola lama.
“Perubahan nomenklatur dari Wantimpres menjadi DPA hanya soal institusi yang sudah diatur dengan undang-undang dan tidak dikaitkan dengan kebijakan-kebijakan pada masa Orde Baru,” kata Syarif dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Senin (15/7/2024).
Adapun Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Atas UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi RUU inisiatif dan dibawa ke sidang paripurna untuk mendapatkan persetujuan.
Kemudian pada Rapat paripurna DPR yang digelar pada Kamis, (11/7), seluruh fraksi DPR sepakat untuk menjadikan RUU Wantimpres ini menjadi RUU inisiatif DPR.
Baleg DPR pun menyatakan ada tiga poin perubahan dalam RUU Wantimpres, di antaranya perubahan nomenklatur dari Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA), perubahan jumlah anggota DPA menjadi tidak terbatas dan menyesuaikan kebutuhan presiden, hingga perubahan syarat untuk menjadi anggota DPA.
“Jadi berapa banyak anggota DPA dan siapa saja yang masuk menjadi anggota DPA tergantung presiden terpilih. Silakan saja karena ada undang-undang yang mengatur soal DPA ini,” katanya.
Selain itu, dia menilai bahwa perubahan nomenklatur Wantimpres menjadi DPA tidak ada kaitannya dengan ide pembentukan presidential club yang pernah dilontarkan Presiden Terpilih Pemilu 2024 Prabowo Subianto.
“Itu dua hal yang berbeda. DPA diatur dengan undang-undang. Sedangkan presidential club hanya organisasi yang sifatnya sukarela,” kata dia. (ANT/KN)