Senin, November 11, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Mahasiswa DIH 42 Untag Berikan Pencerahan Soal Sengketa Lahan hingga Risiko Pinjol Ilegal

MOJOKERTO – Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum (DIH) 42 Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto.

Ketua Kelas DIH 42 Untag Surabaya, Doddy Poernamadjaja menjelaskan bahwa bantuan hukum merupakan jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara gratis kepada penerima bantuan hukum.

Tujuan bantuan hukum adalah untuk menjamin pemenuhan hak penerima bantuan hukum agar mendapat akses keadilan, serta mewujudkan hak konstitusional warga negara sesuai dengan prinsip persamaan di dalam hukum.

“Selain itu, juga untuk menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hukum yang dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Kota Mojokerto,” ungkapnya.

Doddy menjelaskan bahwa ruang lingkup perkara bantuan hukum mencakup pidana, perdata, tata usaha negara, litigasi, dan non litigasi.

Mengenai syarat penerima bantuan hukum, menurutnya, adalah orang-orang yang berkategori miskin dan berdomisili di Kota Mojokerto. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa persyaratan.

“Contohnya adalah kartu jaminan kesehatan masyarakat, bantuan langsung tunai, kartu beras untuk masyarakat miskin, serta surat keterangan miskin dari kelurahan,” paparnya.

Adapun untuk pemberi bantuan hukum, syarat utamanya adalah telah terakreditasi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) serta memiliki kantor atau perwakilan di Kota Mojokerto.

“Namun, perlu diperhatikan bahwa bantuan hukum tidak bisa diberikan kepada pelaku penyalahgunaan narkotika dan residivis,” jelasnya.

Doddy menambahkan bahwa mahasiswa DIH 42 Untag Surabaya juga memberikan pemahaman tentang mitigasi risiko terkait sengketa pertanahan, yang menurutnya sangat penting karena kerap terjadi di tengah masyarakat.

Beberapa penyebab sengketa pertanahan antara lain ketidakjelasan batas-batas properti, kepemilikan ganda, penguasaan tanah tanpa izin, dan perubahan penggunaan lahan.

“Ada empat cara penyelesaian sengketa pertanahan, yaitu melalui mediasi, pengadilan, penyelesaian di luar pengadilan, dan resolusi alternatif lainnya,” terang Doddy.

Ia menekankan pentingnya memperhatikan beberapa aspek saat menyelesaikan sengketa tanah, seperti waktu, biaya, dan sumber daya yang dibutuhkan.

Untuk mencegah sengketa tanah, beberapa langkah yang bisa diambil meliputi pemeriksaan dan validasi dokumen kepemilikan, perjanjian jual beli yang jelas, pembayaran pajak, pemeriksaan tanah secara berkala, pemeliharaan bukti kepemilikan, komunikasi dengan tetangga, memahami undang-undang pertanahan setempat, serta konsultasi dengan ahli hukum.

“Sementara itu, mahasiswa DIH 42 Untag Surabaya juga memberikan pemahaman terkait hukum di dunia maya, khususnya terkait dampak penggunaan media sosial dan risiko terkait pinjaman daring (pinjol) ilegal,” tutupnya. (and)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Most Popular