KORANUSANTARA – Konflik Israel-Hamas terus berlanjut. Kondisi makin runyam menyusul keterlibatan Amerika Serikat (AS) yang mengirimkan penasihat militer dan sistem pertahanan udara canggih ke Israel jelang rencana serangan darat ke Jalur Gaza. Salah seorang perwira yang memimpin bantuan itu adalah Letjen Korps Marinir James Glynn.
Dulu, Glynn pernah membantu memimpin pasukan operasi khusus melawan ISIS. Bukan hanya itu, dia juga memiliki peranan penting dalam perang kontroversial dan paling berdarah di Fallujah, Irak.
Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) dalam laporannya mengungkap, pasukan AS telah melakukan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan pelanggaran berat terhadap hukum kemanusiaan internasional dalam perang di Fallujah. Mereka menghancurkan seluruh kota dengan sengaja, membunuh dan menyiksa warga sipil serta mencegah distribusi makanan dan obat-obatan.
“Glynn dan perwira militer lainnya yang menjadi penasihat Israel memiliki pengalaman yang sesuai dengan jenis operasi yang dilakukan Israel,’’ ujar John Kirby, juru bicara dewan keamanan nasional AS seperti dikutip The Guardian.
Kirby menegaskan, perwira yang dikirim tidak akan terlibat secara langsung dalam perang. Glynn ditunjuk untuk memberikan panduan untuk mengurangi korban sipil selama peperangan jalur darat di Gaza. Dia juga menyatakan, saat ini bukan waktunya untuk gencatan senjata. Israel masih harus memburu pemimpin Hamas.
Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden juga menyatakan diskusi gencatan senjata hanya bisa dilakukan jika semua sandera Israel dibebaskan Hamas.
Pernyataan tersebut berbeda dari PBB dan Uni Eropa (UE) yang meminta pertempuran dihentikan dulu agar bantuan bisa dikirim ke Gaza. Sejak Sabtu, 21 Oktober 2023, hanya ada 54 truk bantuan kemanusiaan yang bisa masuk ke Jalur Gaza. Menurut PBB, jumlah itu jauh dari kata cukup. Ibaratnya seperti setetes air di lautan.
Sementara itu, Selasa, 24 Oktober 2023, Juru Bicara Militer Israel Daniel Hagari mengatakan bahwa militer siap dan bertekad untuk tahap perang selanjutnya. Saat ini, pihaknya sedang menunggu instruksi. Dalam sebuah postingan di media sosial, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengklaim telah menyerang lebih dari 400 sasaran dalam 24 jam terakhir.
Serangan itu berdampak luar biasa. Kementerian Kesehatan Gaza mengungkap, setidaknya 704 warga sipil Palestina terbunuh dalam serangan hanya dalam waktu 24 jam tersebut. Saat ini, sekitar 1,4 juta jiwa atau lebih dari separo populasi di Jalur Gaza telah kehilangan tempat tinggal setelah dibombardir IDF.
Laporan lembaga Human Rights Watch (HRW) juga mengecam Israel. Sebab, mereka sengaja memperparah penderitaan warga sipil di Gaza dengan menolak mengizinkan pengiriman bahan bakar ke wilayah yang terkepung dan memulihkan aliran air. Padahal, bahan bakar itu penting untuk menghidupkan generator listrik di berbagai rumah sakit. Tanpa listrik, rumah sakit tidak bisa beroperasi dan orang-orang yang terluka tidak tertangani. ’’Sistem kesehatan di Jalur Gaza benar-benar runtuh karena perang Israel,’’ terang Juru Bicara Kementerian Kesehatan Gaza shraf al-Qudra.
HRW menegaskan, fakta Hamas melakukan kejahatan perang terhadap warga sipil Israel tidak lantas membenarkan kejahatan perang pemerintah Israel pada warga sipil Palestina. ’’Israel menghukum semua warga sipil Gaza atas serangan Hamas,’’ bunyi pernyataan HRW seperti dikutip Al Jazeera.
Di lain pihak, Hamas membebaskan dua sandera dengan mediasi dari Qatar. Yaitu, Yocheved Lifschitz dan Nurit Cooper. Sebelumnya, Hamas juga membebaskan dua sandera yang merupakan warga AS. Masih ada 220 sandera di tangan Hamas. Saat ini, Pemerintah Qatar telah mendapatkan telepon permintaan bantuan negosiasi dari berbagai negara yang warganya disandera Hamas. (*)