KORANUSANTARA – Tudingan bahwa Israel berusaha membungkam media bukanlah hal baru. Baik itu di Jalur Gaza maupun Lebanon. Committee to Protect Journalists (CPJ) pada Senin, 20 November 2023 melaporkan bahwa ada 50 jurnalis yang tewas selama konflik berlangsung. Jika ditambah dua jurnalis Al-Mayadeen, totalnya menjadi 52 orang.
’’Serangan itu disengaja, bukan kebetulan.’’ Tuduhan itu dilontarkan Direktur Al-Mayadeen Ghassan bin Jiddo setelah dua jurnalis koresponden mereka tewas dibunuh Israel di Tair Harfa, Lebanon, Selasa, 21 November 2023. Mereka adalah Farah Omar, 25, dan juru kamera Rabih Maamari, 40. Satu warga Lebanon yang bersama mereka, Hussein Aqil, juga terbunuh.
Angka itu membuat peperangan di Gaza menjadi periode yang paling mematikan bagi jurnalis sejak CPJ melakukan pelacakan kematian pertama pada 1992. Bahkan, pertempuran Rusia-Ukraina yang sudah berlangsung lama ’’hanya’’ menewaskan 15 jurnalis. Itu menunjukkan betapa brutalnya serangan Israel yang tak pandang bulu.
IDF bahkan tak segan mengancam dengan membunuh keluarga para jurnalis. Israel memiliki nomor telepon setiap rumah di Gaza dan tahu siapa saja sasaran mereka.
Kolumnis Al-Monitor Daoud Kuttab mengatakan, salah satu aturan hukum yang tidak dipahami Israel adalah keselamatan warga sipil dan jurnalis. Namun, meski telah terjadi kebrutalan, tidak ada pihak yang meminta pertanggungjawaban negara yang dipimpin PM Benjamin Netanyahu itu.
’’Israel berpikir bahwa dengan membunuh jurnalis, mereka bisa menyembunyikan informasi. Tapi, di era modern saat ini, siapa pun yang memiliki telepon bisa memberi tahu kami apa yang terjadi,’’ ujarnya.
Selain Hamas dan Hizbullah, Houthi di Yaman juga memecah konsentrasi Israel. Houthi melakukan serangan terhadap Israel dalam beberapa pekan terakhir, baik dengan rudal maupun drone. Minggu, 19 November 2023, Houthi membajak kapal Galaxy Leader di Laut Merah. Kapal itu dioperasikan perusahaan Jepang Nippon Yusen.
Galaxy Leader dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar di bawah Ray Car Carriers yang berkantor pusat di Pulau Man. Ia adalah unit perusahaan Ray Shipping yang didirikan di Tel Aviv, Israel.
’’Kapal Israel adalah target sah bagi kami di mana pun,’’ ujar Jenderal Houthi Ali Al-Moshki saat itu. Awak kapal dari berbagai negara yang berjumlah 25 orang kini ditawan Houthi. Di sisi lain, AS sebagai sekutu dekat Israel tengah mempertimbangkan untuk memasukkan kembali pemberontak asal Yaman itu dalam daftar kelompok teroris. (*)Â