Rabu, Februari 5, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Wacana Pemberian WIUP ke Perguruan Tinggi, Ini Respon Rektor Unikarta

TENGGARONG – Rektor Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta), Prof Ince Raden, turut menanggapi wacana pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi di Indonesia. Rencana ini tertuang dalam perubahan keempat Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang diusulkan DPR RI.

Sebagai pimpinan salah satu perguruan tinggi di Kutai Kartanegara (Kukar) yang memiliki banyak lokasi pertambangan, Prof Ince merasa kebijakan tersebut masih perlu dipertanyakan.

“Jujur saja, saya masih bertanya-tanya, ada apa dengan penambangan? Apakah pihak swasta, koperasi, bahkan ormas tidak maksimal sehingga kampus juga diberikan kesempatan untuk mendapat WIUP?,” ungkapnya.

“Karena kita ini perguruan tinggi. Tujuan utama kita adalah mencetak Sumber Daya Manusia (SDM), bukan menjadi pengusaha tambang batu bara,” lanjutnya.

Meskipun begitu, Prof Ince tidak menampik bahwa wacana ini memberikan peluang bagi perguruan tinggi untuk berkembang melalui pendapatan dari sektor pertambangan. Namun, ia menilai bahwa industri tambang adalah sektor padat modal yang memerlukan perencanaan matang.

Menurutnya, pertambangan bukan sekadar aktivitas ekonomi biasa. Sektor ini membutuhkan investasi besar, teknologi canggih, dan tenaga kerja yang kompeten. Jika perguruan tinggi diberi kesempatan mengelola tambang, maka harus dipastikan bahwa hanya kampus yang benar-benar memiliki kapasitas yang bisa melakukannya.

“Salah satu alasan yang muncul adalah agar perguruan tinggi memiliki pendapatan lebih besar, sehingga bisa lebih mandiri dan berkontribusi pada pembangunan daerah. Namun, apakah model yang tepat adalah perguruan tinggi sebagai pengelola tambang?,” sebut Prof Ince.

Ia juga menyoroti dampak lingkungan dari industri pertambangan, yang selama ini sering menimbulkan kerusakan ekosistem. Mulai dari flora dan fauna hingga pencemaran tanah dan air.

“Saat ini saja banyak aktivitas pertambangan ilegal yang beroperasi tanpa izin, merusak lingkungan tanpa ada pertanggungjawaban. Jika perguruan tinggi terlibat dalam pengelolaan tambang, apakah ada jaminan bahwa mereka akan menerapkan standar good mining practice?,” tanyanya lagi.

Prof Ince justru menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada pengawasan dan penegakan hukum terhadap pertambangan yang tidak sesuai prosedur. Ia menegaskan bahwa yang terpenting bukan siapa yang mengelola tambang, melainkan bagaimana memastikan praktik penambangan dilakukan sesuai aturan.

“Daripada memperdebatkan siapa yang seharusnya mengelola tambang, lebih baik kita menata kembali sistem pertambangan agar lebih transparan dan berkelanjutan,” sarannya.

Lebih lanjut, ia menyarankan agar pemerintah melakukan evaluasi terhadap Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kukar guna merancang rencana rehabilitasi yang matang agar lahan bekas tambang bisa dimanfaatkan kembali oleh masyarakat.

“Saat ini, desain reklamasi paska tambang yang bersifat menyeluruh belum tersedia. Padahal, jika tidak dikelola dengan baik, bekas tambang bisa menjadi lahan tandus yang tidak produktif dan bahkan membahayakan lingkungan,” tegasnya.

Sementara itu, dari segi SDM, Prof Ince merasa percaya diri bahwa tenaga ahli di Unikarta memiliki kemampuan untuk mengelola tambang. Namun, menurutnya, persoalan mendasar bukanlah kesiapan SDM, melainkan urgensi dari kebijakan tersebut.

“Memang ada lembaga di perguruan tinggi yang bertugas untuk menghasilkan pendapatan. Tapi apakah membawa lembaga pendidikan ke dalam pengelolaan tambang itu benar-benar diperlukan? Itu yang masih saya pertanyakan,” pungkasnya.

Penulis : Ady Wahyudi
Editor : Muhammad Rafi’i

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Most Popular