KORANUSANTARA – Pengurus Partai Golkar enggan menanggapi serius wacana musyawarah nasional luar biasa (munaslub). Selain pertimbangan waktu, tidak ada persoalan yang dirasa mendesak sehingga ujug-ujug perlu menggelar munaslub.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus menyebut, internal partai masih solid. Masih mendukung kepemimpinan Airlangga Hartarto. Termasuk menjalankan Munas 2019 yang mengamanatkan Airlangga maju sebagai calon presiden.
“Fokus kita secara di pilpres dan pileg. Pilkada saja belum kita prioritaskan, apalagi ada munaslub. Waktunya sudah mepet,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengaku belum mendengar rencana akan digelar munaslub untuk mengevaluasi kepemimpinan Airlangga. Soal suara-suara munaslub yang mengemuka, termasuk dari dewan pakar, dia menjawab diplomatis. ’’Tanya ke dewan pakar. Saya bukan dewan pakar,’’ katanya.
Munaslub Partai Golkar terus digelorakan. Tidak hanya mengemuka dari anggota Dewan Pakar Ridwan Hisjam. Belakangan, suara itu juga muncul dari Yorrys Raweyai, politikus senior partai berlambang pohon beringin itu.
Menurut Yorrys, munaslub bisa menjadi jalan keluar untuk melahirkan solusi dari persoalan turunnya elektabilitas Partai Golkar menjelang Pemilu 2024. Bahkan, bisa jadi momentum untuk mengevaluasi kerja Ketua Umum Airlangga Hartarto. ’’Selain tidak haram, munaslub juga memungkinkan untuk melahirkan solusi-solusi strategis jangka pendek, yang boleh jadi sulit lahir dalam situasi kepemimpinan Airlangga,’’ katanya.
Mantan ketua Korbid Polhukam DPP Partai Golkar itu menilai, munaslub lebih bermanfaat ketimbang mempertahankan kepemimpinan Airlangga. Dia khawatir pembiaran kondisi sekarang justru menggerus suara Golkar hingga menjadi lebih terpuruk.
Dia menyebut, pihak-pihak yang menolak pelaksanaan munaslub adalah mereka yang senang dengan kegagalan Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga. ’’Jika ada pihak yang menyatakan Partai Golkar sedang baik-baik saja, mungkin pernyataan itu muncul dari mereka yang senang dengan kegagalan-kegagalan yang terus berulang,’’ ungkapnya.
Yorrys menegaskan, munaslub bukan hal yang haram dilakukan parpol. Apalagi partai semodern Golkar. Justru, munaslub menjadi warning bagi penguasa parpol bahwa kedaulatan partai berada di tangan anggotanya. Publik tentu menanti sejauh mana demokrasi berjalan di internal Golkar. Dan, munaslub menjadi bukti adanya kebebasan yang dapat menunjukkan esensi demokrasi di Golkar.
Apalagi, lanjut dia, waktu yang begitu mendesak tak lagi mampu menitip harapan pada strategi kepemimpinan Airlangga untuk meningkatkan elektabilitas partai. Yorrys menduga, Airlangga sedang berlindung di balik konsolidasi semu, yang menghasilkan suara senyap dan sayup hingga tidak terdengar.
Meski begitu, Yorrys tidak menampik ada sejumlah syarat untuk dapat tergelar. Di antaranya, partai dalam keadaan terancam atau menghadapi ihwal kegentingan yang memaksa. Lalu, DPP tidak melaksanakan amanat munas sehingga organisasi tidak mampu menjalankan fungsinya. Selain itu, dibutuhkan legitimasi dua pertiga DPD provinsi sebagai bukti bahwa situasi tersebut dirasakan hingga tingkatan terbawah.(*)