Minggu, September 8, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

MA Putuskan Mantan Koruptor Harus Tunggu Lima Tahun Baru Bisa Nyaleg

KORANUSANTARA – Upaya gerakan masyarakat sipil mengoreksi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang pencalonan legislatif, membuahkan hasil. Setelah gugatan perhitungan kuota perempuan dikabulkan, terbaru Mahkamah Agung (MA) juga mengabulkan gugatan tentang ketentuan masa jeda bagi mantan terpidana korupsi yang maju menjadi calon legislatif (caleg).

Sebelummya, pada Pasal 11 Ayat (6) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 Ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023, memberikan pengecualian masa tunggu lima tahun bagi bacaleg yang mendapat pencabutan hak politik. Ringkasnya, jika ada terpidana mendapat hukuman pencabutan hak politik dua tahun, maka masa tunggunya cukup dua tahun saja.

Nah, norma itu diperkarakan oleh gerakan masyarakat sipil ke MA. Mereka adalah mantan komisioner KPK Abraham Samad dan Saut Situmorang, bersama Indonesian Corruption Watch (ICW) serta Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Mereka menilai norma tersebut tidak sesuai putusan MK, yang memerintahkan masa tunggu lima tahun.

Melalui Putusan Nomor 28 P/HUM/2023, MA telah mengabulkan gugatan tersebut. Kendati demikian, Komisioner KPU RI Idham Holik mengungkapkan, pihaknya belum bisa menentukan langkah. “KPU belum menerima salinan putusan tersebut,” ujarnya.

Idham menepis anggapan KPU tidak patuh pada putusan MK dalam menyusun kedua PKPU tersebut. Dalam pandangan KPU, aturan itu sudah sesuai dengan pertimbangan hukum MK. “Khususnya pada halaman 29 dalam putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022,” imbuhnya.

Dia justru menyoroti ketentuan formil gugatan tersebut. Sesuai Pasal 76 Ayat 3 Undang-Undang (UU) Pemilu, gugatan terhadap PKPU dapat diajukan maksimal 30 hari sejak diundangkan. Dalam perkara ini, gugatan diterima pada 13 Juni 2023 atau telah melebihi batas tersebut. “Kami tegaskan bawa Peraturan KPU 10 Tahun 2023 dan Peraturan KPU 11 Tahun 2023 ditetapkan pada 17 April 2023 dan diundangkan pada 18 April 2023,” jelasnya.

Sementara itu, Peneliti ICW Kurnia Ramadhana meminta KPU patuh dengan putusan MA. Yakni, dengan segera merevisi dan menghapus syarat pidana tambahan bagi mantan terpidana yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. “Juga, harus segera dibarengi dengan upaya untuk mencoret calon anggota legislatif yang masih belum memenuhi syarat masa jeda lima tahun,” ungkapnya. Tak hanya itu, pihaknya juga berharap jajaran komisioner KPU meminta maaf kepada masyarakat.

Dalam pertimbangannya, lanjut Kurnia, MA menyatakan bahwa masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan calon-calon berintegritas. Adapun aturan PKPU itu menunjukkan kurangnya komitmen terhadap pemberantasan korupsi. “Dari aspek sosiologis, majelis hakim berpandangan bahwa aturan internal KPU tersebut tidak mencerminkan sifat korupsi sebagai kejahatan luar biasa,” imbuhnya.

Dari sisi substansi, PKPU tersebut dinyatakan tidak sejalan dengan amanah MK yang memerintahkan masa jeda lima tahun. “Karena itu, menjadi hal wajar dan tepat jika kemudian MA membatalkan PKPU,” jelasnya.

Dihubungi secara terpisah, Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan keputusan uji tersebut diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap para pelaku tindak pidana korupsi. Selama ini, KPK pun sudah kerap mengenakan tuntutan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik itu bagi terdakwa. Tujuannya, membatasi mereka untuk berpatisipasi dalam proses politik. “Seperti hak memilih atau dipilih, sebagai konsekuensi dari tindak pidana yang dilakukan,” katanya. (*)

spot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Most Popular