Selasa, Juni 17, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Kontroversi Sejarah 1998, Istana: Serahkan pada Ahlinya, Bukan Spekulasi

JAKARTA – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi meminta publik untuk tidak terburu-buru berspekulasi terkait proses penulisan lanjutan sejarah Indonesia, termasuk periode penting tahun 1998.

Hasan, di kantor PCO, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (16/6/2025), menyatakan bahwa proses ini sedang dilakukan oleh sejarawan profesional yang memiliki kredibilitas tinggi dan tidak akan mengorbankan integritas akademiknya.

“Ini bukan menulis ulang, tapi melanjutkan penulisan sejarah Indonesia. Mungkin terakhir kali ditulis tahun 1998. Sejak itu, belum ada upaya serius untuk mendokumentasikan perkembangan sejarah bangsa,” ujarnya.

Menanggapi spekulasi publik, termasuk pernyataan sejumlah tokoh seperti Fadli Zon atas kasus “pemerkosaan massal” 1998, Hasan menekankan pentingnya memberi ruang kepada para ahli untuk bekerja secara ilmiah.

Menurutnya, terlalu banyak opini prematur dan pergunjingan di media sosial yang belum tentu berdasar, kata Hasan menambahkan.

“Jadi, kekhawatiran-kekhawatiran semacam ini mungkin bisa jadi diskusi, tapi jangan divonis macam-macam dulu,” katanya.

Hasan menambahkan, jika memang ada perbedaan pendapat atau kritik, sebaiknya disampaikan oleh pihak yang memiliki otoritas dan kapasitas di bidang sejarah, bukan berdasarkan spekulasi atau narasi populer yang belum terverifikasi.

“Jadi, kita lihat dulu mereka menulis apa. Kalau sudah kita punya draft resminya, nanti baru kita koreksi bareng-bareng,” katanya.

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi saat ini tengah menyusun kelanjutan narasi sejarah nasional, termasuk fase-fase penting pascareformasi. Proses ini disebut melibatkan para sejarawan dari berbagai latar belakang institusi dan pendekatan keilmuan. (ANT/KN)

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Most Popular