JAKARTA – Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Prof. Zudan Arif menegaskan bahwa pembangunan karier Aparatur Sipil Negara (ASN) harus dilakukan dengan sistematis, berkelanjutan, dan berbasis meritokrasi. Hal ini disampaikan saat menjadi keynote speaker dalam webinar Korpri Nasional bertajuk “Meritokrasi sebagai Perlindungan Karier ASN”, Kamis (30/1/2025).
“Dengan sistem karier ASN yang berbasis meritokrasi, kinerja pegawai yang berrnilai baik akan diberikan imbalan yang setimpal,” ungkap Prof. Zudan.
Prof. Zudan juga menekankan bahwa BKN, sebagai instansi pembina manajemen ASN, bersama Korpri memiliki tujuan yang sama, yaitu menciptakan ASN yang dapat mewujudkan 8 cita utama atau Asta Cita, mulai dari memperkuat ideologi Pancasila dan HAM hingga menciptakan lingkungan yang harmonis.
Salah satu fokus Asta Cita yang berkaitan dengan ASN adalah Asta Cita ke-4, yang menekankan pada pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, serta pemberdayaan perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas. Selain itu, Asta Cita ke-7 juga menjadi fokus, yaitu memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi serta pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba.
“Dalam 20 tahun ke depan diharapkan akan terwujud Indonesia Emas 2045. Meritokrasi ASN dapat berperan sebagai motor penggerak bangsa yang produktif dan berdampak positif,” imbuhnya.
Untuk saat ini, lanjut Prof. Zudan,penerapan meritokrasi difokuskan pada manajemen talenta, di mana tidak hanya berfokus pada kompetensi individu, tetapi juga menggali talenta yang dapat dimaksimalkan melalui pembinaan. Tujuannya adalah untuk melindungi ASN dari praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dan menjadikan ASN sebagai SDM yang profesional dan berakuntabilitas sehingga saat menduduki jabatan terlihat dampak kinerja yang dilakukan.
“Dalam praktiknya, meritokrasi dalam pengelolaan manajemen ASN harus dijalankan dengan kebijakan pengelolaan ASN yang kuat, praktik pengelolaan ASN yang maksimal, dan adanya peranan sebagai pemandu dan pengawas pengelolaan manajemen ASN, yaitu BKN,” tegas Prof. Zudan.
Oleh karenanya, Ia juga menekankan bahwa strategi untuk menciptakan meritokrasi harus memperkuat kerangka kerja yang jelas kepada pejabat yang berwenang, melakukan pembenahan kebijakan manajemen ASN, dan menerapkan sistem merit yang adaptif sesuai dengan kondisi di Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pembinaan Penyelenggaraan Manajemen ASN Herman menjelaskan bahwa meritokrasi awalnya terbentuk untuk menentang praktik KKN yang marak terjadi pada zamannya. Meritokrasi kini diterapkan di sektor publik dengan fokus pada kompetensi, talenta, dan kemampuan SDM ASN.
Menurutnya ada beberapa stuktur yang harus diperhatikan dalam pengelolaan manajemen ASN, antara lain: Kriteria dalam rekrutmen diperlukan SDM yang memiliki kualifikasi yang sesuai, potensi dan kompetensi yang dimiliki, berkinerja, serta memiliki integritas dan moralitas; proses atau mekanisme pelaksanaan harus dilakukan secara netral tanpa melihat latar belakang suku, ras, agama; dan keputusannya harus berlandaskan kebutuhan organisasi dan pegawai.
Pewarta : Nicha R