JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ardito Muwardi mengungkapkan Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin dan Helena Lim selaku Manajer PT Quantum Skyline Exchange menerima aliran uang korupsi pengelolaan timah senilai Rp420 miliar.
Hal tersebut terungkap dalam pembacaan dakwaan terhadap Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (Kadis ESDM) Provinsi Bangka Belitung periode 2015-2019 Suranto Wibowo, Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2021-2024 Amir Syahbana, serta Plt Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode Maret-Desember 2019 Rusbani alias Bani di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/7/2024).
“Perbuatan korupsi ini didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun,” ucap Ardito.
JPU menjelaskan uang korupsi diterima Harvey dan Helena, antara lain melalui program kerja sama sewa peralatan processing penglogaman timah antara PT Timah Tbk. dengan PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Menurut JPU, kerja sama tersebut merupakan akal-akalan Direktur Utama PT Timah periode 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode April 2017-Februari 2020 Alwin Albar, dan Direktur Keuangan PT Timah periode 2016-2020 Emil Ermindra.
Selain itu, merupakan pula akal-akalan Beneficial Owner CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia Tamron alias Aon, Beneficiary Owner PT Stanindo Inti Perkasa Suwito Gunawan alias Awi, General Manager Operasional PT Tinindo Internusa periode 2017-2020 Rosalina, Marketing PT Tinindo Internusa periode 2008-2018 Fandy Lingga alias Fandy Lie, Direktur PT Sariwiguna Binasentosa Robert Indarto, Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin Reza Andriansyah, dan Harvey.
JPU menuturkan bahwa mereka menyepakati besaran pembayaran sewa peralatan processing penglogaman timah jauh melebihi nilai Harga Pokok Penjualan (HPP) smelter PT Timah menjadi Rp3,02 triliun dari yang seharusnya senilai Rp738,93 miliar berdasarkan HPP.
“Sehingga terdapat kemahalan harga sebesar Rp2,28 miliar,” ucap JPU.
Setelah kerja sama sewa peralatan penglogaman timah ditandatangani, kata JPU, Tamron, Suwito, Robert, dan Fandy pun melakukan pertemuan dengan Harvey.
Dalam pertemuan tersebut, Harvey meminta uang sebesar 500 dolar Amerika Serikat (AS) hingga 750 dolar AS per metrik ton kepada keempatnya untuk biaya pengamanan peralatan.
Lalu keempat orang tersebut sepakat mengumpulkan dana pengamanan seolah-olah pemberian biaya Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) dengan nilai sebesar 500 per metrik ton, yang dihitung dari jumlah hasil peleburan timah dengan PT Timah.
JPU membeberkan mekanisme pengumpulan dana pengamanan yang seolah-seolah biaya CSR itu ada yang diserahkan secara langsung kepada Harvey serta ada yang ditransfer melalui rekening tempat penukaran uang atau Money Changer PT Quantum Skyline Exchange dan money changer lainnya sehingga seolah-olah uang yang ditransfer merupakan transaksi penukaran mata uang asing.
“Setelah uang tersebut masuk ke rekening money changer PT Quantum Skyline Exchange, maka dilakukan penarikan oleh Helena Lim yang kemudian uang tersebut diserahkan dan dikelola oleh Harvey,” tutur JPU.
Selain akibat uang yang mengalir ke Harvey dan Helena, kerugian negara juga disebabkan karena adanya aliran uang korupsi yang memperkaya Amir senilai Rp325,99 juta, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin Suparta melalui PT Refined Bangka Tin Rp4,57 triliun, Tamron melalui CV Venus Inti Perkasa Rp3,66 triliun, Robert melalui PT Sariwiguna Binasentosa Rp1,92 triliun, serta Suwito melalui PT Stanindo Inti Perkasa Rp2,2 triliun.
Kemudian, menguntungkan pula sebanyak 375 mitra jasa usaha pertambangan, di antaranya CV
Global Mandiri Jaya, PT Indo Metal Asia, CV Tri Selaras Jaya, dan PT Agung Dinamika Teknik Utama Rp10,38 triliun, CV Indo Metal Asia dan CV Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM) Rp4,14 triliun, serta Emil melalui CV Salsabil Rp986,79 miliar.
Adapun ketiga Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung tersebut didakwa melakukan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun.
Korupsi diduga dilakukan ketiganya dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi atau dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada karena jabatan, yang bertujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, suatu korporasi, sehingga merugikan keuangan negara.
Dengan demikian, perbuatan para terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ANT/KN)