JAKARTA – Pengacara Nadiem Makarim, Hotman Paris Hutapea, menegaskan bahwa tuduhan korupsi terkait proyek pengadaan laptop pendidikan yang melibatkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tersebut tidak berdasar.
Ia membantah tuduhan bahwa kliennya telah mengubah kajian agar Chromebook diunggulkan dalam pengadaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
“Pertanyaan pertama yang paling basic adalah, kan yang pertama seolah-olah Nadiem ini merubah kajian. Itu paling basicnya di situ unsur melawan hukum yang dituduhkan, itu merubah kajian agar Chromebook dimenangkan. Ternyata itu dua kajian yang berbeda,” ujar Hotman dalam konferensi pers di The Darmawangsa, Jakarta pada Selasa (10/6/2025).
Hotman menjelaskan kajian pertama, yang menyatakan Chromebook tidak cocok, dilakukan sebelum Nadiem menjabat sebagai menteri dan ditujukan untuk wilayah tertinggal atau daerah 3T. Sementara itu, proyek pengadaan yang dilaksanakan di masa kepemimpinan Nadiem justru diperuntukkan bagi wilayah non-3T atau daerah dengan koneksi internet memadai.
“Kalau kajian yang pertama itu adalah untuk daerah 3T, yaitu daerah tertinggal. Itu ada kajiannya sebelum beliau jadi menteri. Kajian yang mengatakan bahwa tidak cocok itu memang tidak cocok, tapi proyek beliau ini bukan untuk daerah tertinggal,” tegas Hotman.
Ia menambahkan tuduhan unsur melawan hukum yang menyatakan Nadiem telah mengubah uji coba tidak tepat, sebab proyek dan kajian tersebut berasal dari konteks yang berbeda.
“Itu satu, sudah terbantahkan,” ujarnya.
Hotman juga menyoroti proses pengadaan laptop yang dinilainya berlangsung secara transparan melalui sistem e-katalog.
Menurutnya, semua vendor bebas mencantumkan produknya dalam e-katalog untuk ditawarkan kepada pemerintah, dan sistem tersebut diawasi langsung oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
“Laptop ini setiap calon vendor memasukkannya di e-katalog. E-katalog itu adalah semua vendor bebas untuk mencantumkan produknya di sana, untuk nanti ditawar oleh kementerian. Dan itu diawasi langsung oleh LKPP,” jelasnya.
Selanjutnya, dalam katalog resmi tersebut terdapat beragam jenis laptop dengan berbagai spesifikasi, dan harga yang tercantum berkisar antara Rp6 juta hingga Rp7 juta. Namun, laptop yang dibeli Kemendikbudristek justru lebih murah.
“Menurut BPKP, di e-katalog itu harganya sekitar 6 sampai dengan 7 juta. Ternyata harga yang dibeli oleh kementerian adalah sekitar 5 jutaan. Jadi jauh lebih murah dari harga yang tercantum di e-katalog,” terang Hotman.
Ditegaskan, e-katalog merupakan dokumen resmi dan terbuka untuk umum yang dikelola langsung oleh pemerintah, sehingga tidak ada dasar untuk menyatakan negara dirugikan dalam proses tersebut.
“Dari unsur kerugian negara itu sudah terbantahkan dengan e-katalog tersebut,” tutupnya.
Pewarta : M Adi Fajri
Editor : Nicha R