KORANUSANTARA – Isu pemakzulan menghantui Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Isu tersebut menguat setelah DPR AS mengesahkan langkah investigasi pemakzulan pemimpin 81 tahun itu pada Rabu, 13 Desember 2023.
Lembaga yang biasa disebut The House itu akhirnya menggelar voting untuk membuka investigasi pemakzulan secara formal. Resolusi itu didukung 221 suara, berbanding 212 suara penolakan. Tidak ada aksi pembelotan dalam voting ini. Semua anggota Republik kompak mendukung dan semua anggota Demokrat menolak.
’’Dengan upaya Presiden Biden untuk menghalangi upaya pemanggilan saksi kami, hasil pemungutan suara ini bakal memberi kekuatan yang lebih,’’ ujar Ketua DPR AS Mike Johnson seperti dilansir Agence France-Presse.
Langkah terbaru partai berlambang gajah tersebut terjadi setelah tiga bulan pihaknya mewacanakan langkah pemakzulan dan mulai mengumpulkan bukti dan memanggil saksi. Namun, Gedung Putih menuduh aksi tersebut ilegal. Sebab, mereka sendiri belum melakukan pemungutan suara untuk melakukan investigasi tersebut.
Ironisnya, tuduhan dari rezim Biden lah yang justru membuat para anggota DPR kubu merah makin yakin. Beberapa anggota Republik yang sempat ragu malah terbakar emosi karena tuduhan tersebut. Termasuk Don Bacon, anggota DPR perwakilan Nebraska, yang sempat vokal menentang adanya pemakzulan.
’’Sikap Gedung Putih yang terus mempertanyakan legitimasi kami membuat saya berpikir, ayo kita lihat apa yang ditemukan (dalam investigasi, Red),’’ jelasnya menurut Associated Press.
Hunter Biden, putra Presiden AS, ikut naik pitam dengan upaya tersebut. Dia sengaja datang ke Capitol Hill untuk menggelar konferensi pers untuk membuktikan bahwa tuduhan para politikus konservatif salah. Sebab, salah satu alasan Republik melanjutkan investigasi pemakzulan adalah karena Hunter menolak panggilan untuk bersaksi di depan mereka. Pemanggilan itu terkait dugaan manipulasi pajak dan kepemilikan senjata ilegal.
Hunter sendiri mengklarifikasi bahwa justru dia dengan senang hati bersaksi. Namun, dia ingin agar sesi investigasi ini bisa dilakukan secara publik. Jika sesi dilakukan tertutup oleh komite yang dipimpin Republik, Dia khawatir hasilnya hanya akan memilih bagian jawaban yang menguntungkan mereka saja.
’’Tapi, merekalah yang justru menolak ajakan ini. Saya pikir mereka takut taktik kotor mereka akan tersiar ke seluruh negara,’’ ungkapnya seperti yang dilansir oleh The Guardian.
Sebelum voting, DPR AS memang sudah mendapatkan sekitar 40 ribu halaman laporan perbankan keluarga Biden. Juga, berjam-jam rekaman saksi kunci terhadap skandal Joe Biden. Namun, komite tersebut tak berhasil menemukan bukti bahwa Biden melakukan korupsi atau menerima suap sejak menjabat Wakil Presiden AS.
Demokrat pun mengutuk manuver Republik. Jerry Nadler, salah satu pentolan Demokrat di komite yudisial DPR AS, menilai proses pemakzulan hanya berbasis rumor saja. ’’Mereka tak punya bukti. Sama sekali,’’ tegasnya. Joe Biden pun ikut bersuara terhadap isu tersebut. Dia menganggap bahwa DPR hanya membuang-buang waktu tanpa menangani sesuatu yang lebih penting untuk rakyat.
Dalam tahap ini, langkah pemakzulan DPR bukan berarti pelengseran. Mereka hanya akan menilai apakah Presiden layak dilengserkan. Jika diputus layak, maka bola akan dilempar ke Senat AS. Saat ini, Senat AS masih dikuasai oleh Demokrat.
Tekanan Presiden Biden bukan hanya soal sang anak. Namun, juga sikapnya terhadap tragedi yang terjadi di Gaza. Pertanyaan mengenai posisi AS terus bermunculan bahkan dari internal. Al Jazeera mengungkap bahwa rupanya pegawai Kementerian Keamanan Dalam Negeri pun mempertanyakan sikap Menterinya, Alejandro Mayorkas, soal isu Gaza.
Surat yang tertanggal 22 November tersebut ditandatangani 139 staf kementerian atau lembaga yang dinaunginya. ’’Isu seperti di Gaza biasanya ditanggapi oleh kementerian. Tapi, pemimpin kami sepertinya menutup mata atas pengeboman kamp pengungsi, RS, ambulans, dan warga sipil,’’ tulis mereka.
Bulan lalu, 500 pejabat dari 40 lembaga negara juga sudah mengeluarkan surat secara anonim agar Biden bisa memerintahkan gencatan senjata di Gaza. Surat lainnya ditandatangani oleh seribu pegawai US Agency for International Development (USAID). Isinya serupa, yakni mendesak gencatan senjata di Gaza. (*)