TENGGARONG – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar) melalui Dinas Perkebunan (Disbun), terus meneguhkan perannya dalam mendukung pengembangan perkebunan rakyat. Tak sekadar menyalurkan bantuan, Disbun Kukar kini lebih menekankan pendekatan berbasis kebutuhan dan kesiapan petani, demi menciptakan sektor perkebunan yang berkelanjutan dan tepat sasaran.
Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Perkebunan Disbun Kukar, Rudiyanto Hamli, menyampaikan bahwa semua program bantuan disusun berdasarkan prinsip kehati-hatian dan regulasi yang jelas. Salah satu mekanisme yang diterapkan adalah skema Calon Petani Calon Lahan (CPCL) untuk memastikan bahwa usulan benar-benar berasal dari kelompok tani yang siap secara kelembagaan dan legalitas lahan.
“Program kami mengedepankan akurasi. Usulan bantuan harus melalui verifikasi lahan dan kelompok, agar tidak bermasalah di kemudian hari,” terang Rudiyanto saat ditemui di kantornya, Jumat (30/5/2025).
Disbun Kukar tetap membuka ruang bagi pengembangan komoditas unggulan seperti kelapa sawit, karet, kopi, kakao, dan kelapa dalam. Bantuan yang diberikan beragam, mulai dari sarana produksi, pupuk, bibit, hingga pembangunan rumah produksi pasca-panen.
Rudiyanto menekankan, dalam pengembangan kelapa sawit misalnya, pihaknya tidak hanya fokus pada penanaman baru, tapi juga pada intensifikasi melalui peningkatan produktivitas lahan yang sudah ada. “Kami juga awasi PBS (Perusahaan Besar Swasta) agar tetap sesuai komitmen. Tapi untuk rakyat, prioritas kami jelas: legal, siap, dan berdampak,” ujarnya.
Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pengembangan komoditas tertentu seperti kelapa dalam adalah kondisi geografis, terutama di wilayah pesisir seperti Samboja dan Muara Jawa. Air pasang laut yang tinggi menuntut intervensi teknis seperti pembangunan pintu air untuk menjaga kestabilan struktur tanah.
Di daerah darat, petani mulai melirik jenis kelapa genjah dan batok yang dianggap lebih adaptif dan bernilai ekonomis. Sementara itu, pengembangan kopi difokuskan di wilayah seperti Jonggon, Cipari, Perangat, dan Kohiman, di mana kelompok tani mendapatkan bantuan berupa alat produksi dan rumah pengolahan.
Komoditas kakao juga menunjukkan geliat di sejumlah titik, seperti Lung Anai dan SP3, bahkan turut melibatkan Kelompok Wanita Tani (KWT) dalam pengelolaannya. “Kami memang tidak bisa bantu semua sekaligus, tapi untuk lahan 2 hingga 5 hektare, kami upayakan alat pasca-panen dan rumah produksi. Ini penting agar petani tidak hanya menjual bahan mentah,” tutupnya. (Adv)
Penulis : Ady Wahyudi
Editor : Muhammad Rafi’i