Senin, Desember 30, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Alasan Pandemi, Sandiaga Uno Akui Belum Sempat Ajak Pelaku Usaha Bahas Rencana Kenaikan Tarif Pajak Hiburan

JAKARTA – Mayoritas pengusaha bisnis hiburan memprotes kebijakan yang menaikkan tarif pajak hiburan menjadi minimal 40 persen dan maksimal 75 persen. Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahudiin Uno, aturan pajak hiburan naik itu tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Mengacu pada Pasal 58 ayat 2, khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa ditetapkan minimal 40 persen dan maksimal 75 persen. Menurut Sandiaga Uno, kebijakan tersebut sudah lama ditetapkan dan bukan merupakan hal baru.

“Kalau kita lihat muaranya, ini ada di UU Cipta Kerja yang diturunkan ke UU Nomor 1 Tahun 2022 yang akan diterapkan dua tahun setelah itu,” terang pria yang biasa Sandi ini dalam The Weekly Brief with Sandi Uno di kantor Kemenparekraf, Jakarta, Senin (22/1/2024).

“Kami dari Kemenparekraf sudah diajak bicara tentang rencana aturan dari tahun 2022. Tapi waktu itu, kondisinya masih Pandemi Covid-19 jadi belum bisa membicarakan rencana aturan ini secara langsung dengan para pelaku usaha, tapi sosialisasinya memang sudah sejak dua tahun lalu,” sambungnya.

Tak mengherankan bila aturan tersebut baru mendapat reaksi dari pelaku usaha hiburan sejak aturan berlaku mulai 1 Januari 2024, seperti pedangdut Inul Daratista yang punya usaha karaoke keluarga hingga pengacara sekaligus pemilik kelab malam, Hotman Paris Hutapea. Para pelaku usaha tersebut kompak menyuarakan bahwa aturan pajak hiburan naik itu terlampau tinggi dan bisa saja membuat usaha mereka bangkrut.

Kondisi ini membuat para pengusaha menghubunginya, termasuk Inul dan Hotman Paris. “Ini yang bikin WA saya dan DM saya meledak! Menerima laporan, dari Bang Hotman dan Mbak Inul,” ungkap mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini.

Menurut Sandi, UU tersebut sebenarnya punya maksud yang baik, yakni dalam mewujudkan desentralisasi fiskal dan memberikan fleksibilitas kepada daerah untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi di lapangan. “Selain juga untuk mengelola penerimaan negara dan memberikan kesejahteraan pada rakyat,” ujarnya.

Namun bagi yang tidak setuju, Sandi mengatakan tidak perlu karena masih ada proses uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) yang sudah diajukan pada 3 Januari 2024 sehingga aturan tersebut masih bisa dikaji.

“Jadi masih bisa dikaji dengan proses pengajuan di MK, itu membuka peluang untuk kita duduk dan pemerintah daerah bisa mengambil posisi , mereka kumpulkan dulu para pelaku ekonomi kreatif, kira-kira gimana solusinya. Lalu soal spa yang lebih tepat masiuk kategori wellness bukan hiburan, itu kami sangat mendukung,” terangnya.

Ia pun mengajak para pelaku usaha untuk menunggu hasil judicial review dan keputusan MK secara detail. Dalam kesempatan yang sama, pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan bahwa kenaikan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), khususnya pada kategori kesenian dan hiburan dilakukan dalam rangka pengendalian kegiatan tertentu. (lpt/kn)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Most Popular