KORANUSANTARA – Pejabat Hamas mengatakan bahwa setidaknya 50 nyawa hilang dalam gelombang serangan terbaru. Hal itu membuat jumlah korban jiwa menurut versi mereka mencapai 18.400 orang. Sedangkan, Israel melaporkan kehilangan 115 tentara dalam operasi militer kali ini. Termasuk 10 tentara pada Selasa lalu.
PBB melaporkan bahwa UNOSAT, agensi satelit di bawah naungan mereka, menyimpulkan 18 persen infrastruktur di Gaza telah dihancurkan. Hingga pertengahan November, hampir setengah dari jalan dan 60 persen dari infrastruktur komunikasi, kesehatan, dan pendidikan rusak.
Di Khan Younis, pertempuran darat terus berlanjut di tengah duka keluarga almarhum Fayez al-Taramsi. Salah satu yang menekan Israel adalah manuver operasi sembarangan tanpa menyisakan satu pun zona kemanusiaan yang layak. Di awal serangan, Israel meminta warga sipil mengungsi ke wilayah Selatan. Namun, saat ini wilayah selatan pun menjadi target serangan, termasuk kota perbatasan Rafah.
Meski tak punya dasar hukum, resolusi yang dikeluarkan sidang Majelis Umum PBB rupanya punya kekuatan tersendiri. Hal tersebut sedikit banyak memisahkan posisi Amerika Serikat (AS) dari Israel. Sponsor utama pemerintahan Benjamin Netanyahu itu mulai menekan Israel untuk tak terlalu membabi buta dalam operasi militer mereka.
Hasil resolusi yang diambil di kantor PBB di New York tersebut memang memberikan kekuatan. Dari 186 negara peserta, 153 menyatakan mendukung adanya gencatan senjata untuk kemanusiaan. Selain mereka, 23 peserta memilih abstain dan 10 menolak resolusi tersebut.
’’Sebuah kewajiban bersama bagi kita semua untuk terus berupaya mengakhiri agresi ini. Kewajiban semua untuk menyelamatkan nyawa manusia,’’ ujar utusan Palestina untuk PBB Riyad Mansour seusai disahkannya resolusi tersebut menurut The Guardian, Rabu, 13 Desember 2023.
Mengapa resolusi kali ini penting meski 27 Oktober lalu resolusi serupa sudah ditelurkan? Pertama, saat itu resolusi hanya disokong 120 negara. Ada 45 negara yang abstain dan 14 yang menolak.
Kedua, resolusi kali ini menunjukkan sekutu Israel yang semakin sedikit. Misalnya, Five Eyes, aliansi intelijen terbesar yang terdiri atas Britania Raya, AS, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Hanya AS yang menolak resolusi tersebut, sedangkan Inggris memilih abstain. Kanada, Australia, dan Selandia Baru justru mengeluarkan pernyataan bersama yang menyatakan kekhawatiran dengan berkurangnya zona aman bagi warga sipil Gaza.
Di tempat berbeda, Joe Biden pun mulai cuci tangan. Presiden tertua dalam sejarah AS itu sempat meyakinkan bahwa seluruh dunia mendukung Israel dalam upaya balas dendam. Namun, sikapnya mulai berubah. Saat berbicara di sela kampanye, dia mengatakan bahwa Israel mulai kehilangan dukungan dari sekutu karena aksi pengeboman tanpa pandang bulu.
Dia menegaskan bahwa AS bakal mendukung sepenuhnya upaya untuk menumpas Hamas yang melakukan aksi 7 Oktober. Namun, hal tersebut bukan berarti Israel bisa bertindak sembarangan. ’’Keselamatan warga Palestina yang tak bersalah tetap menjadi perhatian kami,’’ tegasnya seperti yang dilansir oleh Agence France-Presse.
Usai resolusi tersebut, Israel pun bergeming. Israel Defence Forces (IDF) tetap menjalankan serangan udara dan darat di berbagai wilayah Gaza. Menurut laporan Al Jazeera, IDF menyebut bahwa mereka sudah melakukan 250 serangan udara dalam 24 jam terakhir. Israel masih menyerang kota-kota di Gaza seperti Gaza City, Khan Younis, dan Rafah.(*)