Rabu, Juli 9, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

RSHD Ditutup, Ambulans Dijual, Gaji Tak Dibayar: Begini Kondisi Terkininya

Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) dulunya menjadi kebanggaan warga Samarinda. Berdiri sejak 2003 di Jl. Dahlia No. 4, rumah sakit ini dibangun dari tekad dan pengorbanan keluarga almarhum H. Darjad, seorang perantau dari Amuntai yang dikenal karena kerja keras dan kepedulian sosialnya. Bagi keluarga dan masyarakat, RSHD adalah amanat suci: amal jariyah melalui pelayanan kesehatan.

Saya termasuk yang pernah mempercayakan RSHD untuk kelahiran anak ketiga saya, Muhammad Azka Wirasena, pada tahun 2011. Saat itu, saya sudah bertugas di Bontang sementara istri masih tinggal di Samarinda. Dan memilih RSHD karena banyaknya rekomendasi.

Saya langsung meluncur ke Samarinda setelah menyelesaikan pekerjaan malam itu juga. Namun tak sempat menyaksikan proses kelahiran putra saya. Selama beberapa hari di rumah sakit inilah, saya melihat langsung fasilitas yang tersedia sudah lengkap dan terintegrasi.

Ruang bersalin yang nyaman, perawatan intensif bayi yang memadai, pelayanan 24 jam di IGD, serta deretan poli spesialis seperti anak, kandungan, penyakit dalam, hingga ortopedi.

Almarhum H. Darjad bukan hanya dikenal sebagai tokoh penggerak sosial, tetapi juga kakek dari almarhum Nusyirwan Ismail, Wakil Wali Kota Samarinda periode 2010–2015 dan 2016–2018. Nusyirwan adalah figur publik yang dihormati dan bagian dari keluarga yang turut membangun kepercayaan terhadap RSHD sebagai institusi layanan masyarakat.

Karena itulah saya percaya, RSHD saat itu punya masa depan dan bakal berkembang pesat. Namun kini, masa depan itu meredup perlahan—karena kelalaian dan salah urus.

Teranyar, dari unggahan Facebook, diketahui ambulans milik RSHD dijual bebas. Seorang karyawan menyebut mobil antik dan kendaraan lainnya sudah lebih dulu dilepas tanpa persetujuan ahli waris. Salah satu unit—Isuzu Elf 2006 yang masih tampak baru—ditawarkan seharga Rp150 juta atas nama Mas’ud Darjat, lengkap dengan dokumennya.

Kabarnya penjualan ini tidak transparan. Tanpa persetujuan keluarga. Penjualan dilakukan atas sepengetahuan oknum. Ironisnya, bukan untuk melunasi gaji karyawan. Gaji tetap macet. Sementara manajemen hanya memberi janji—bahwa semuanya akan dibayar paling lambat 29 Agustus 2025. Janji yang sampai hari ini belum terbukti.

Masalah tak berhenti di situ. Status tanah dan bangunan pun bermasalah. Tanah atas nama lima anak H. Darjad, tapi tidak pernah ada perjanjian sewa resmi dengan PT Medical Etam (ME), badan hukum pengelola RSHD. PT Darjad Bina Keluarga (DBK) –yang tercatat sebagai pemilik saham mayoritas– sudah tidak aktif. Akta usang. Izin kedaluwarsa. Manajemen berantakan.

Lebih dari itu, BPJS Kesehatan sudah mencabut kerja sama. Alasannya jelas: RSHD tak memenuhi syarat administratif dan etika profesi.

Dinas Ketenagakerjaan pun angkat tangan. Setelah manajemen mangkir dari tiga kali mediasi, mereka mengeluarkan surat anjuran resmi. “Kalau tidak direspons, pekerja bisa lanjut gugat ke PHI,” kata Reza Pahlevi dari Disnaker Samarinda.

Sebanyak 58 karyawan menuntut hak mereka. Beberapa di antaranya bahkan dipecat sepihak karena berani bersuara.

MANUVER BISNIS, DITUTUP SEMENTARA

Di tengah kekacauan, muncul kabar: salah satu dokter yang juga pemegang saham tengah menawarkan saham kepada rumah sakit swasta besar. Tapi siapa yang diajak bicara? Atas nama siapa? Apakah utang-utang ikut dihitung? Tidak ada kejelasan. Semua berlangsung diam-diam.

Dengan dalih perbaikan internal, manajemen RSHD resmi menghentikan seluruh operasional rumah sakit. Surat penutupan ditandatangani Plt. Direktur Setiyo Irawan. Kondisi lapangan? Pantauan wartawan Media Kaltim menunjukkan suasana sepi. Hanya ada petugas keamanan dan pemeliharaan.

Menurut perwakilan manajemen, Desi Andriani Hangin, hak karyawan akan tetap dibayarkan. Tapi seperti sebelumnya, hanya janji. Tak ada kepastian kapan.

Layanan dihentikan sementara agar pasien tak merasa cemas, katanya. Padahal, yang membuat cemas adalah ketidakpastian dan hilangnya kepercayaan publik.

Ironi. RSHD dibangun dari gotong royong keluarga besar H. Darjad. Visi mereka: rumah sakit modern dengan pelayanan prima.

Di atas kertas, semua lengkap—lebih dari 100 tempat tidur, IPAL Jerman, layanan spesialis. Tapi kini, semua itu hanya nama. Yang tersisa adalah puing konflik dan dugaan pelanggaran hukum.

Penjualan aset yang dilakukan tanpa prosedur jelas menimbulkan pertanyaan besar. Jika terbukti ada pelanggaran, maka mekanisme hukum patut dijalankan. Sebaliknya, jika ada celah untuk penyelamatan, maka sebaiknya semua pihak turut serta memperbaikinya.

Langkah audit menyeluruh, penelusuran aset, dan klarifikasi kepemilikan adalah keniscayaan. Proses ini diharapkan bisa memulihkan kepercayaan publik sekaligus memberikan kepastian kepada keluarga besar H. Darjad untuk kembali berperan aktif dalam menyelamatkan amanat mulia yang telah mereka rawat sejak awal.

Ini bukan soal rumah sakit saja. Ini tentang warisan nilai, tanggung jawab antargenerasi, dan harapan yang seharusnya tetap hidup.

Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img