TENGGARONG – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar) melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), tengah menggencarkan kampanye sosial bertajuk #StopPernikahanSiri. Kampanye ini menyasar akar persoalan legalitas pernikahan di masyarakat.
Kampanye ini tidak hanya berlangsung di perkotaan, tetapi juga menembus desa-desa di wilayah pelosok Kukar yang kerap menjadi kantong praktik nikah siri.
Berangkat dari keprihatinan terhadap dampak jangka panjang pernikahan tak tercatat, gerakan ini hadir untuk melindungi hak-hak dasar perempuan dan anak yang kerap terabaikan. Melalui kolaborasi dengan Pengadilan Agama dan Kementerian Agama, Disdukcapil aktif turun ke lapangan memberikan edukasi hukum dan sosial kepada masyarakat.
“Nikah siri bukan hanya soal absennya dokumen resmi, tapi soal hilangnya perlindungan hukum bagi perempuan dan anak,” ujar Kepala Disdukcapil Kukar, Muhammad Iryanto.
Dalam banyak kasus, nikah siri berujung pada persoalan serius. Anak tak bisa mengakses layanan publik karena akta kelahiran tanpa nama ayah, istri tak memiliki hak waris, hingga masalah saat mendaftar ke sekolah atau layanan kesehatan. Bahkan, urusan administratif seperti BPJS, KIP, dan KIS pun jadi terhambat.
Untuk itu, Disdukcapil Kukar tidak hanya mengimbau, tetapi juga menyediakan bantuan langsung bagi pasangan yang ingin mengesahkan pernikahannya lewat proses isbat nikah. Proses hukum di Pengadilan Agama ini menjadi jalan keluar untuk menyelamatkan status hukum keluarga.
“Kami siap dampingi dari awal. Jangan merasa malu, karena yang kita perjuangkan adalah masa depan anak dan istri,” katanya.
Strategi kampanye dibuat menyentuh dan kontekstual. Dialog interaktif digelar di balai desa dan masjid, pelatihan kader keluarga disiapkan, bahkan media sosial dimanfaatkan untuk menjangkau generasi muda. Disdukcapil juga melibatkan tokoh agama dan adat agar pesan kampanye tidak berhenti di tataran formal, tapi menjadi bagian dari kesadaran kolektif.
Salah satu metode yang dinilai efektif adalah menyampaikan testimoni warga yang pernah menjadi korban nikah siri. Cerita tentang hak waris yang hilang dan anak yang terhambat sekolah tanpa akta lahir, menjadi pengingat nyata bahwa legalitas pernikahan bukan soal administratif semata.
“Kami ingin gerakan ini hidup di tengah masyarakat. Ini bukan sekadar program, tapi gerakan perubahan,” tegasnya.
Kampanye #StopPernikahanSiri juga sejalan dengan agenda nasional dalam membangun sistem kependudukan yang rapi, menekan angka pernikahan dini, dan meningkatkan kualitas hidup keluarga Indonesia. Disdukcapil berharap masyarakat bisa lebih aktif dalam menyuarakan pentingnya pernikahan sah di mata negara.
“Pernikahan bukan hanya momen sakral, tapi juga titik awal tanggung jawab hukum. Lindungi keluarga dengan pernikahan yang sah,” pungkasnya. (Adv)
Penulis : Ady Wahyudi
Editor : Muhammad Rafi’i