Sabtu, April 19, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Eksepsi Hasto Ditolak, Sidang Berlanjut ke Tahap Pembuktian

JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memutuskan menolak seluruh eksepsi atau nota keberatan yang diajukan oleh Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto.

Dengan putusan ini, proses hukum terhadap Hasto dalam perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku dipastikan berlanjut ke tahap pembuktian.

Putusan sela tersebut dibacakan dalam sidang yang digelar pada Jumat, (11/4/2025), di Pengadilan Tipikor Jakarta.

“Mengadili, menyatakan keberatan dari penasihat hukum dan terdakwa Hasto Kristiyanto tidak dapat diterima,” ujar Ketua Majelis Hakim, Rios Rahmanto, saat membacakan amar putusan.

Majelis Hakim menilai bahwa eksepsi yang disampaikan Hasto dan tim hukumnya telah memasuki pokok perkara, sehingga tidak dapat dipertimbangkan dalam tahap awal ini.

Lebih lanjut, hakim menegaskan bahwa surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap, termasuk uraian peran serta perbuatan Hasto yang dituduhkan.

“Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara Nomor 36/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst atas nama Hasto Kristiyanto berdasarkan surat dakwaan penuntut umum tersebut,” kata Rios.

Dalam dakwaan JPU, Hasto disebut terlibat dalam upaya menghalangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Harun Masiku, buron kasus suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019–2024.

Ia juga didakwa menyuap mantan komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan, sebesar Rp600 juta untuk memuluskan langkah Harun Masiku masuk ke parlemen.

“Memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57.350 atau setara Rp600 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode 2017–2022,” ujar jaksa dalam pembacaan dakwaan pada 14 Maret 2025.

Bersama Hasto, nama-nama seperti Donny Tri Istiqomah (lawyer Harun Masiku), Saeful Bahri (telah divonis bersalah), dan Harun Masiku (masih buron) turut disebut dalam kasus ini.

Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 serta Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 64 ayat (1) KUHP, dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Namun, dalam sidang pembacaan eksepsi yang berlangsung pada 21 Maret 2025, Hasto membantah semua tuduhan. Ia menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki motif untuk menyuap maupun menghalangi proses penyidikan. Menurutnya, keterlibatan dalam kasus ini lebih karena ambisi pribadi Harun Masiku.

“Tidak ada motif dari saya apalagi sampai memberikan dana sebesar Rp400 juta sebagaimana dituduhkan dalam surat dakwaan. Dalam teori kepentingan, seharusnya Saudara Harun Masiku yang memberikan dana ke saya,” kata Hasto di hadapan majelis hakim.

Ia juga menyatakan bahwa perintah yang dituduhkan kepadanya terkait perusakan barang bukti, yakni menenggelamkan ponsel stafnya bernama Kusnadi, terjadi pada 6 Juni 2024 saat status hukumnya masih sebagai saksi. Sementara, status tersangka baru dikenakan pada 24 Desember 2024.

Oleh karena itu, ia menilai bahwa tuduhan melanggar Pasal 21 UU Tipikor tidak relevan karena peristiwa tersebut terjadi sebelum proses penyidikan secara resmi dimulai.

Meski telah menyampaikan pembelaan, majelis hakim tetap menolak eksepsi tersebut dan memutuskan untuk melanjutkan perkara ke tahap pembuktian. Sidang lanjutan akan menghadirkan saksi-saksi dan barang bukti untuk menguji kebenaran materi dakwaan terhadap Hasto Kristiyanto.

Pewarta : M Adi Fajri
Editor : Nicha R

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Most Popular