SAMARINDA – Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) RI menunjukkan komitmen kuat dalam meningkatkan akses pembelajaran Al-Qur’an bagi penyandang disabilitas sensorik netra.
Bersama Kementerian Agama, BAZNAS menargetkan melatih 1.000 tenaga pengajar dari Sekolah Luar Biasa (SLB) dan pesantren di seluruh Indonesia agar terampil dalam mengajarkan metode pembacaan Al-Qur’an isyarat.
Program pelatihan ini ditegaskan Deputi II BAZNAS RI Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan, Imdadun Rahmat, saat acara Zakat Untuk Akses Al Qur’an bagi Disabilitas Netra dan Teman Tuli yang merupakan rangkaian acara Musabaqah Tilawatil Qur’an Nasional (MTQN) XXX, pada Sabtu (14/9/2024) di Gedung Convention Hall, Komplek Gelora Kadrie Oening, Samarinda.
Dia menyatakan hingga saat ini sebanyak 577 tenaga pengajar dari 18 provinsi telah dilatih. BAZNAS menargetkan pada akhir tahun, program ini dapat mencakup seluruh provinsi di Indonesia.
“Saat ini, 577 tenaga pengajar sudah kami latih di 18 provinsi. Targetnya, pada akhir tahun seluruh provinsi di Indonesia dapat mencakup pelatihan ini,” kata Imdadun Rahmat pada Sabtu (14/9/2024).
Rahmat menambahkan bahwa program ini merupakan bentuk keberpihakan BAZNAS terhadap kelompok disabilitas, terutama mereka yang mengalami gangguan penglihatan.
Ia menegaskan bahwa para penyandang disabilitas juga berhak meraih pahala dengan membaca Al-Qur’an menggunakan metode isyarat.
“Kami ingin memastikan penyandang disabilitas dapat mengakses Al-Qur’an dengan lebih mudah melalui tenaga pengajar yang terlatih,” ujar Rahmat.
Ahmad Badruddin, Pentasih Mushaf Al-Qur’an dari Kementerian Agama RI, turut hadir dalam acara tersebut untuk mendemonstrasikan metode pembacaan Al-Qur’an isyarat.
Ia memperkenalkan simbol-simbol tangan yang digunakan untuk mewakili huruf-huruf dalam Al-Qur’an. Beberapa peserta pelatihan, yang terdiri dari tenaga pengajar, mempraktikkan metode ini selama sesi pelatihan.
Program ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan bagi pengajaran Al-Qur’an bagi kelompok disabilitas di masa mendatang, serta mendukung inklusivitas dalam pendidikan keagamaan di Indonesia.
Ahmad Badruddin menjelaskan bahwa metode ini membutuhkan waktu sekitar dua tahun untuk dirumuskan dan saat ini masih dalam tahap penyempurnaan.
“Kami berkomitmen agar seluruh tenaga pengajar SLB dan guru pesantren di Indonesia mahir dalam metode ini sehingga penyandang tuna netra dapat membaca Al-Qur’an isyarat dengan lancar,” tutupnya. (Han)
Penulis: Hanafi