Minggu, Desember 22, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

PT KMS Dituding Mengulur Waktu, Izin Usaha Terancam Dicabut

SAMARINDA – PT Kutai Mitra Sejahtera (KMS), perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, kembali menjadi sorotan.

Konflik yang telah berlangsung sejak 2017 antara PT KMS dan Koperasi Serba Usaha (KSU) Wira Benua terkait pembagian lahan perkebunan plasma belum juga menemukan titik terang.

Pada 2023, upaya mediasi sempat dilakukan. Namun, manajemen PT KMS secara mengejutkan membatalkan secara sepihak Penandatanganan Perjanjian Kerjasama (SPK) yang dijadwalkan pada 15 Mei 2023. Pembatalan ini terjadi meskipun telah ada kesepakatan dalam rapat yang digelar pada 29 Maret 2023.

Ditemui di Samarinda pada Kamis (22/7/2024). Ketua Umum Lembaga Forum Pemuda Pemantau Kebijakan (FP2K) Provinsi Kalimantan Timur, Asia Muhidin, menyoroti sikap PT KMS yang dinilai kerap menghindar dan mengulur waktu dalam menyelesaikan permasalahan ini.

Menurutnya, langkah perusahaan yang tidak segera menyelesaikan kewajibannya sangat meresahkan dan bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertanian Tahun 2007 Nomor 26.

Peraturan tersebut menegaskan bahwa perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban menyediakan lahan plasma bagi masyarakat dapat dikenakan sanksi administrasi, termasuk pencabutan izin usaha.

Asia Muhidin juga mengingatkan bahwa izin operasional PT KMS kini berada di ujung tanduk. Setelah Dinas Perkebunan (Disbun) Kabupaten Kutim mengeluarkan Surat Peringatan (SP) kedua yang telah memasuki bulan ketiga, perusahaan masih belum menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan persoalan ini.

“Jika PT KMS tidak segera bertindak hingga 19 Oktober 2024, SP ketiga dipastikan akan diterbitkan, yang dapat berujung pada pencabutan izin operasional,” ujar Asia yang juga kuasa Hukum dari KSU Wira Benua.

Tidak hanya itu, PT KMS juga menghadapi risiko kehilangan sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), sebuah standar penting untuk memasarkan minyak sawit di dalam negeri. Asia menambahkan, kegagalan dalam mematuhi standar ini juga berpotensi mempengaruhi sertifikasi RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), yang berlaku di pasar internasional.

Sebagai penutup, Asia menegaskan bahwa FP2K akan terus memantau perkembangan kasus ini dengan cermat. Pihaknya berharap pemerintah serius menangani persoalan ini untuk memastikan bahwa perusahaan-perusahaan kelapa sawit di wilayah tersebut mematuhi aturan dan memenuhi kewajiban mereka.

“Jika izin PT KMS dicabut, dampaknya diperkirakan akan meluas, tidak hanya bagi perusahaan itu sendiri tetapi juga bagi seluruh grup perusahaan yang terafiliasi dengan PT KMS,” pungkasnya.

Penulis: Hanafi
Editor: Nicha R

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Most Popular